Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak berjangka kembali turun mengikuti sesi gejolak setelah diskusi gencatan senjata di Ukraina. Permintaan minyak mentah juga dikhawatirkan terganggu akibat kebangkitan virus di China.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (15/3/2022), bursa berjangka New York ditutup hampir 6 persen lebih rendah pada Senin setelah turun sebentar di bawah US$100 per barel.
Negosiator utama Ukraina mengatakan mereka sedang mengupayakan kemungkinan gencatan senjata dengan Rusia.
Sementara itu, AS dan China juga melakukan diskusi substansial dalam pertemuan tingkat tinggi pertama mereka terkait agresi militer di Ukraina.
Harga minyak melonjak setelah invasi Rusia di Ukraina, meningkatkan tekanan inflasi pada ekonomi global. Namun, mulai menurun sejak pertengahan pekan lalu.
Minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman April turun 1,6 persen menjadi US$101,36 per barel di New York Mercantile Exchange pada pukul 8.05 pagi di Singapura setelah turun 5,8 persen pada Senin.
Baca Juga
Pada saat yang sama, China menerapkan penguncian luas guna membendung penyebaran virus. Permasalahannya, hal itu dapat menghambat permintaan importir minyak mentah terbesar di dunia ini.
Sementara itu, Federal Reserve sudah bersiap mengetatkan kebijakan moneter pada pekan ini yang semakin menekan pasar secara keseluruhan.
Pembeli terus menghindari minyak Rusia, dengan kargo minyak Urals andalannya tetap tidak terjual, bahkan setelah pedagang memberikan diskon.
Adapun minyak Brent tetap mencatatkan penurunan yang cukup dalam, di mana harga kontrak dalam waktu dekat lebih mahal ketimbang konrak setelahnya, menunjukkan suplai yang semakin ketat.
Harga minyak berjangka Brent untuk pengiriman Mei turun 1,5 persen menjadi US$105,29 di ICE Futures Eropa setelah turun 5,1 persen pada Senin.