Bisnis.com, JAKARTA - PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) mencatatkan laba bersih US$475,57 juta pada 2021, naik 1.104,9 persen dari capaian tahun 2020 yang sebesar US$ 39,47 juta. Peningkatan ini dipicu kenaikan harga batu bara yang signifikan dan strategi manajemen biaya yang efisien dan berhati-hati.
Sepanjang tahun lalu ITMG juga membuktikan komitmennya terhadap nilai-nilai ESG (Environmental, Social and Corporate Governance) melalui beragam inisiatif.
Direktur Utama Indo Tambangraya Megah Mulianto mengungkapkan kenaikan harga batu bara pada 2021 disebabkan oleh berangsur kembalinya kehidupan normal dari puncak situasi pandemi, yang mendorong pemulihan ekonomi global, terutama di China sebagai produsen sekaligus konsumen batu bara terbesar.
Akibatnya, permintaan batu bara meningkat sedangkan pasokan tidak dapat mengimbangi permintaan karena disebabkan beberapa faktor seperti cuaca buruk dan masalah logistik.
“Sepanjang 2021, ITMG mampu memperoleh rata-rata harga jual batu bara sebesar US$103,2 per ton,” ungkap Mulianto, Selasa (01/03/2022).
Di tengah kenaikan harga yang tinggi, perseroan secara konsisten tetap menerapkan efisiensi biaya secara disiplin guna memaksimalkan profitabilitas dari momentum kenaikan harga batu bara. Alhasil perseroan membuahkan kinerja keuangan yang solid sekalipun pandemi berkepanjangan dan melambatnya kegiatan penambangan akibat hujan ekstrim yang terus-menerus.
Baca Juga
Kombinasi hal-hal tersebut memungkinkan ITMG memperoleh EBITDA sebesar US$885 juta pada 2021, meningkat 373 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan laba bersih naik dari US$38 juta pada tahun 2020 menjadi US$475 juta pada tahun 2021. Adapun laba bersih per saham dibukukan sebesar US$0,4.
Selama tahun 2021, ITMG memproduksi batu bara sebanyak 18,2 juta ton di tengah cuaca buruk dan hujan ekstrim. Sedangkan penjualan bersih 2021 tercatat sebesar US$2,1 miliar dan marjin laba kotor naik dari 17 persen tahun lalu menjadi 44 persen.
Volume penjualan ITMG pada 2021 mencapai 20,1 juta ton, yang dipasarkan ke China (5,5 juta ton), Indonesia (4,7 juta ton), Jepang (3,1 juta ton), Filipina (1,8 juta ton), Bangladesh (1,3 juta ton), Thailand (1,2 juta ton), dan negara-negara lain di Asia Timur, Tenggara, Selatan serta Oseania.
Hingga akhir tahun 2021, total aset perusahaan tercatat sebesar US$1,7 miliar dengan total ekuitas sebesar US$1,2 miliar. Perusahaan juga memiliki posisi kas dan setara kas yang kuat sebesar US$691 juta.
Mulianto menyebutkan, tahun ini perusahaan menargetkan volume produksi sebanyak 17,5-18,8 juta ton dan volume penjualan sebesar 20,5-21,5 juta ton.
“Dari target volume penjualan tersebut, sebanyak 17 persen harga jualnya telah ditetapkan, 48 persen mengacu pada indeks harga batu bara, 2 persen harga jualnya belum ditetapkan dan sisa 33 persen belum terjual,” pungkasnya.