Bisnis.com, JAKARTA – Peluncuran bursa khusus kripto di Indonesia meleset dari target semula. Dari yang rencananya diluncurkan pada akhir 2021, hingga kini belum ada tanda-tanda kemunculannya.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan adanya gesekan antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Kkomoditi (Bappebti) akan berdampak pada telatnya peluncuran bursa kripto.
Pasalnya, fungsi lembaga keuangan, dalam hal ini bank nantinya akan sebagai kustodian untuk perdagangan aset kripto. Kustodian ini paling penting posisinya.
“Jadi saya tidak heran kenapa launching bursa kripto ini molor terus dari semester II/2021 lalu, rupanya ada deadlock antara Bappebti dan OJK dalam melaksanakan perdagangan aset kripto yang diakui negara, dalam hal ini bursa kripto,” ungkap Ibrahim dalam keterangan resmi, Selasa (8/2/2022).
Dengan kendala itu akan membuat dampak lanjutan seperti kian sulitnya aset kripto diterima di masyarakat.
“Bahkan akan makin berjamuran aktivitas perdagangan kripto yang sulit dipantau keamanannya. Negara makin sulit untuk meregulasi aset kripto ini,” ungkap Ibrahim.
Baca Juga
Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh K. Harmanda, mengungkapkan pihak asosiasi menghargai pernyataan dari otoritas. Namun, menurutnya, sejauh ini asosiasi telah berupaya untuk menempatkan perdagangan kripto sesuai aturan main dan melengkapi perlindungan hukum.
“Bahwa sudah semestinya kita harus menjaga industri agar tumbuh secara sehat, contohnya pada industri aset kripto yang sudah menerapkan rekomendasi terhadap APU/PPT, adanya pelaporan yang diwajibkan oleh Bappebti setiap harinya, dan melaporkan jika menemukan transaksi mencurigakan. Sehingga kami yakin sekali, bahwa transaksi aset kripto yang berjalan saat ini sudah seirama dengan mitigasi resiko yang kita khawatirkan bersama pada industri keuangan secara luas,” tegas Teguh.
Sebelumnya, OJK memembuat pernyataan terkait pelarangan pihak perbankan memfasilitasi transaksi kripto. OJK telah meminta kepada industri perbankan agar penggunaan rekening bank tidak dijadikan sebagai penampung dana dari kegiatan melanggar hukum, termasuk aset kripto. Hal itu merupakan buntut dari maraknya penipuan investasi dan kejahatan bermodus skema ponzi.