Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan melirik potensi pengembangan surat berharga negara (SBN) domestik seiring dengan antipasi kenaikan suku bunga Federal Reserve.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan untuk menjaga agar obligasi negara tetap menarik, pemerintah berupaya untuk mengembangkan pasar SBN domestik secara konsisten.
Menurutnya pemerintah akan berkoordinasi dengan Bank Indonesia melalui skema SKB I dan SKB III, serta optimalisasi pinjaman program.
"Pemerintah dalam menentukan besaran dan waktu penerbitan SBN akan selalu mempertimbangkan kondisi pasar keuangan, kebutuhan pembiayaan dan kondisi kas negara," katanya kepada Bisnis pada Jumat (28/1/2022).
Dengan begitu penerbitan yang dilakukan dapat sesuai dengan kebutuhan, pada momentum yang tepat dan memperoleh biaya yang paling optimal dengan risiko yang terukur.
Deni optimistis pasar obligasi Indonesia secara umum diperkirakan masih cukup kondusif di tahun 2022. Adapun dalam tahap awal, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mengoptimalkan pembiayaan non utang sebagai langkah mitigasi tingginya pembiayaan utang utamanya.
Baca Juga
Misalnya melalui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk mengurangi target pembiayaan utang, sebagaimana yang dilakukan pada tahun 2021.
"Pada 2022, kami optimis akan pemenuhan pembiayaan melalui utang, halmana terdapat potensi penurunan kebutuhan utang seiring dengan perbaikan pendapatan negara misalnya dampak implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)," imbuhnya.
Deni berharap beberapa langkah tersebut dapat menjaga kondisi pasar keuangan tetap stabil, karena penerbitan SBN ke pasar yang tidak terlalu tinggi turut menarik minat investor domestik maupun asing.