Bisnis.com, JAKARTA – Rencana bank sentral Amerika The Fed yang akan menaikkan suku bunganya secara agresif berpotensi menekan pasar surat utang Indonesia. Meski demikian, pelemahan pada obligasi Indonesia dinilai tidak akan terjadi secara drastis seiring dengan dominasi kepemilikan investor domestik.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menyebutkan, pergerakan imbal hasil (yield) surat utang Indonesia di awal tahun ini memang cenderung melemah seiring dengan rencana tapering off yang diumumkan The Fed pada akhir 2021 lalu.
Ramdhan menjelaskan, pergerakan yield surat utang Indonesia diprediksi akan kembali tertekan menyusul pernyataan The Fed yang cenderung hawkish. Sentimen ini akan memicu pelemahan imbal hasil obligasi Indonesia seri acuan 10 tahun.
Data dari World Government Bonds mencatat, tingkat imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) seri acuan 10 tahun Indonesia berada di level 6,510 persen. Selama sebulan belakangan, imbal hasil SUN Indonesia telah melemah 8,3 basis poin.
“Setelah pernyataan The Fed ini keluar, saya rasa pelemahannya akan semakin terasa di pasar,” jelasnya saat dihubungi Bisnis pada Kamis (27/1/2022).
Ia melanjutkan, kenaikan imbal hasil obligasi Indonesia akan menghambat capital inflow asing ke instrumen ini. Di sisi lain, investor asing akan lebih memilih obligasi AS yang risikonya lebih rendah dibandingkan dengan surat utang emerging market seperti Indonesia.
Baca Juga
Meski demikian, Ramdhan menuturkan pelemahan di pasar surat utang ini tidak akan terjadi secara cepat dan drastis. Pelemahan imbal hasil diprediksi akan cenderung melandai, sama seperti pola yang terjadi saat ini.
Menurutnya, tren pelemahan yang cenderung melandai tersebut seiring dengan dominasi kepemilikan domestik di pasar surat berharga negara (SBN). Saat ini, tingkat kepemilikan asing terhadap SBN Indonesia bahkan berada di bawah 20 persen.
Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, tingkat kepemilikan asing terhadap SBN Indonesia adalah sebesar Rp889,26 triliun, atau 19,16 persen dari keseluruhan SBN yang ada.
Lebih lanjut, Ramdhan menuturkan, sentimen lain yang akan mempengaruhi kondisi pasar obligasi Indonesia adalah kelanjutan kebijakan tapering off The Fed. Kemunculan kabar terkait peningkatan program ini dinilai akan semakin menekan kondisi pasar surat utang Indonesia.
Sementara itu, dari dalam negeri, jumlah penyebaran kasus virus corona yang kembali meningkat akan mempengaruhi tingkat keyakinan investor terhadap prospek pemulihan ekonomi Indonesia. Hal tersebut karena penyebaran virus corona yang kembali meningkat akan menekan daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya.
“Tetapi, di sisi lain kebutuhan institusi terhadap instrumen seperti obligasi masih tetap tinggi tahun ini. Sehingga, pelemahan di pasar obligasi Indonesia akan terjadi secara bertahap, tidak tiba-tiba,” katanya.
Ramdhan memproyeksikan, pergerakan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) seri acuan 10 tahun dapat bergerak hingga ke kisaran 6,7 persen – 6,8 persen sepanjang semester I/2022.