Bisnis.com, JAKARTA – Investor diperkirakan masih menikmati cuan investasi di pasar saham pada 2022. Sejumlah analis bahkan memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal menembus rekor baru di atas 7.000 pada tahun ini dengan rekomendasi saham dari sektor ekonomi baru (new economy) maupun ekonomi lama (old economy).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IHSG mengalami penguatan 10,08 persen di sepanjang 2021. Terdapat 9 sektor saham yang menguat dan 2 sektor saham melemah tahun lalu.
Kinerja paling tinggi ditorehkan oleh indeks IDX Sector Technology yang melambung 707,56 persen pada 2021. Selanjutnya indeks IDX Sector Transportation & Logistic menyusul dengan kenaikan 67,78 persen dan indeks IDX Sector Energy naik 45,56 persen.
Di sisi lain, indeks IDX Sector Properties & Real Estate melemah 19,11 persen dan indeks IDX Sector Consumer Non-Cyclicals melemah 16,04 persen.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan telah muncul preferensi di tengah-tengah investor pada tahun lalu yang condong memilih saham-saham yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Adapun, investor di pasar modal kini didominasi oleh kelompok milenial yang melek teknologi dan mereka tampaknya mengincar peluang investasi di emiten teknologi.
“Kalau melihat dari sisi sektor, kami mengakomodasi [pencatatan saham] untuk semua sektor. Tapi tentu, ada preferensi dari investor ke depan. Pada 2021 yang kami lihat [antusiasme besar] berasal dari sektor teknologi, infrastruktur, basic material, selain juga finansial dan consumer goods,” kata Nyoman pekan lalu.
Adapun, kenaikan saham teknologi di Indonesia mengikuti tren yang terjadi di Wall Street yang mana saham-saham emiten teknologi mulai merajai jejeran emiten berkapitalisasi terbesar. Pencatatan saham salah satu unicorn di BEI pada tahun lalu seperti PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) dengan nilai emisi Rp21,9 triliun pun diperkirakan bakal diikuti oleh unicorn-unicorn lainnya, salah satunya grup GoTo.
Sebelumnya, Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma juga merekomendasikan saham teknologi bersama dengan saham sektor bank konvensional. Bank digital, peritel, farmasi, dan media untuk dicermati pada tahun ini.
Suria mengatakan di tengah-tengah optimisme pembukaan kembali ekonomi pascapandemi, saham ekonomi lama seperti peritel akan menjadi menarik karena kinerja fundamentalnya akan ikut pulih.
Baca Juga : Kinerja IDX Tech Paling Gacor Sepanjang 2021 |
---|
“Saya menjadi optimistis dengan kondisi yang terjadi. Kalau dilihat sembilan bulan pertama 2021, kinerja emiten di kuartal III/2021 naik 87,9 persen secara tahunan," kata Suria.
CIO Danareksa Investment Management Herman Tjahjadi menambahkan kondisi makroekonomi Indonesia telah semakin baik sejak akhi tahun lalu. Hal itu tercermin lewat indeks manufaktur PMI (Purchasing Managers’ Index) yang kembali ke atas level 50 yang menandakan ekspansi.
Manajer Investasi pelat merah ini pun condong menjagokan saham-saham yang bisnisnya akan bangkit bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi seperti saham perbankan, properti, dan consumer discretionary.
“Kami dari Danareksa IM melihat bahwa IHSG pada 2022 berkisar antara 6.500 – 7.300,” kata Herman.
FOKUS INVESTOR
Chief Investment Strategist Leuthold Group Jim Paulsen mengatakan pasar saham akan terus semarak setidaknya hingga semester II/2022, sebelum Bank Sentral AS (Federal Reserve) mengerek suku bunga.
“Banyak yang melupakan isu kenaikan suku bunga menjelang tahun baru. Bisa saja, indeks S&P 500 berpotensi naik ke atas level 5.000 pada paruh pertama karena keceriaan akhirnya Covid-19 menjadi status epidemik dari pandemik,” tulis Paulsen seperti dikutip Bloomberg, Minggu (2/1/2022).
Adapun, investor di seluruh dunia tengah mengantisipasikan penurunan harga saham saat The Fed menaikkan suku bunga. Namun, Paulsen mengatakan hal itu tidak akan menghentikan pelaku pasar untuk masuk ke saham pada 2022 selama yield Treasury AS bertenor 10 tahun berada di bawah 3 persen.
Dia menyebut kinerja pendapatan emiten dan pertumbuhan ekonomi pada 2022 akan tetap kuat. Namun, tentunya akan ada staibilisasi harga saham dari sektor komoditas mengingat harga komoditas juga mulai melandai. Namun, Paulsen pesimistis inflasi bisa kembali ke level 2 persen yang ditargetkan The Fed.
“Realisasinya akan terlihat pada 2022, kalau inflasi tidak kembali ke target The Fed sebesar 2 persen, menurut saya The Fed kemungkinan menaikkan target inflasinya menjadi 3 persen,” kata Paulsen.
Kendati The Fed akan menaikkan suku bunga, tren itu dinilai tidak akan terlalu memukul pasar modal Indonesia pada tahun ini. Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan kondisi makroekonomi Indonesia yang lebih solid dan kepemilikan asing yang rendah di Surat Berharga Negara (SBN) membuat taper kali ini tidak akan diikuti tantrum.
Adapun, biasanya pengetatan moneter yang dilakukan The Fed akan berimbas pada pasar obligasi dan saham karena investor cenderung meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang.
“Kondisi pasar menghadapi tapering saat ini dengan 2013 jauh berbeda. Tahun ini ketika keluar wacana tapering, pasar lebih siap dan responsnya justru yield Treasury AS mengalami penurunan," kata Handy.