Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terpantau dibuka melemah pada perdagangan hari ini, Rabu (1/12/2021) seiring dengan penguatan data dolar AS dan rilis data manufaktur yang di bawah ekspektasi.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terpantau dibuka melemah 13 poin atau 0,09 persen ke posisi Rp14.332 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS melemah 0,01 persen ke posisi 95,98.
Selain rupiah, sejumlah mata uang lain di kawasan Asia juga terpantau melemah pada perdahangan awal Desember, di hadapan dolar AS. Di antaranya peso Filipina melemah 0,11 persen, rupee India melemah 0,10 persen, dan yen Jepang melemah 0,22 persen.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan dari sentimen dalam negeri, data manufaktur Indonesia pada November di luar dugaan turun, ekspektasinya di 57,2 namun krnyataannya menjadi 53,9.
"Tapi kalau masih di atas 50 bagus, ekonomi Indonesia masih stabil, dikategorikan bagus," kata Ibrahim kepada Bisnis, Rabu (1/12/2021).
Terkait inflasi, Ibrahim mengatakan kalau pun ada kenaikan juga tidak signifikan. Karena saat ini konsumsi masyarakat tidak terlalu signifikan, sehingga inflasinya masih cukup terkendali.
Baca Juga
Dengan kedua data tersebut, ada harapan pada penutupan rupiah tidak akan melemah signifikan, melihat data manufaktur yang masih di level 53,9 dibandingkan di negara lain yang data manufakturnya berguguran.
Untuk perdagangan hari ini, Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif dan ditutup melemah di rentang Rp14.320-Rp14.350.
Ibrahim menyampaikan dari sisi sentimen global pelaku pasar tetap berhati-hati tentang dampak varian omicron Covid-19 pada pemulihan ekonomi dunia.
"Omicron telah mendorong beberapa negara untuk menutup perbatasan mereka dan membayangi pemulihan ekonomi," kata Ibrahim.
Organisasi Kesehatan Dunia memperingatkan risiko sangat tinggi dari lonjakan infeksi dari Omicron, dengan beberapa negara sudah memperketat kontrol perbatasan. Namun, Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa AS tidak akan memberlakukan kembali penguncian, yang memberikan investor sedikit dorongan.
Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell juga mengatakan pada hari Senin bahwa ia masih memperkirakan inflasi akan surut selama tahun 2022, karena penawaran dan permintaan menjadi lebih seimbang.
Namun, dia menambahkan bahwa kenaikan dalam kasus Covid-19 baru-baru ini dan munculnya varian omicron, menimbulkan risiko penurunan terhadap pekerjaan dan aktivitas ekonomi dan meningkatkan ketidakpastian inflasi.