Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS terdepresiasi pada akhir perdagangan Selasa (9/11/2021) pagi waktu Jakarta, setelah mencapai tertinggi 15 bulan pada akhir pekan lalu menyusul rilis data pekerjaan AS yang kuat.
Sementara investor mencerna laporan tersebut, mereka tetap melihat ke data inflasi dan memantau komentar pejabat Federal Reserve (Fed) untuk petunjuk kebijakan suku bunga.
Pada Rabu lalu (3/11/2021), the Fed berpegang teguh pada pandangannya bahwa inflasi tinggi saat ini diperkirakan bersifat sementara dan mengatakan akan mulai memangkas program pembelian obligasi besar-besaran bulan ini, tetapi menunggu lebih banyak pertumbuhan pekerjaan sebelum menaikkan suku bunga.
Kemudian pada Jumat (5/11/2021), data AS menunjukkan pekerjaan meningkat lebih besar dari yang diperkirakan pada Oktober karena hambatan dari lonjakan infeksi Covid-19 selama musim panas mereda, menunjukkan aktivitas ekonomi mendapatkan kembali momentum di awal kuartal keempat.
Lebih lanjut, pejabat the Fed AS pada Senin (8/11/2021) mengalihkan fokus mereka ke kebijakan suku bunga dengan Wakil Ketua Fed Richard Clarida mengatakan kondisi untuk kenaikan suku bunga dapat dipenuhi tahun depan dengan pertumbuhan pekerjaan diperkirakan akan berlanjut dan inflasi sudah didorong melampaui tingkat yang nyaman.
Dalam sambutan terpisah Presiden Federal Reserve Bank St. Louis, James Bullard mengulangi pandangannya bahwa Fed perlu menaikkan suku bunga dua kali tahun depan.
Baca Juga
Tes berikutnya dari pendekatan tunggu dan lihat Fed terhadap inflasi adalah data indeks harga konsumen (IHK) AS yang akan dirilis pada Rabu (10/11/2021).
"Fokus minggu ini adalah pada inflasi, itulah sebabnya kami mungkin akan melakukan perdagangan dalam kisaran ketat sampai kami mendapatkan angka-angka yang dapat menjelaskan waktu kenaikan suku bunga," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York, dikutip dari Antara dan Reuters.
Pada pukul 15.21 waktu setempat (20.21 GMT), indeks dolar yang mengukur dolar AS terhadap enam mata uang utama saingannya, turun 0,19 persen menjadi 94,046, mengambil jeda setelah reli pada Jumat (5/11/2021).
"Pasar mencerna informasi yang kami terima minggu lalu, baik dari pernyataan Fed dan juga dari laporan penggajian non-pertanian pada Jumat (5/11/2021), yang masih menunjukkan fakta bahwa Fed menghapus likuiditas dan diperkirakan akan menaikkan suku akhir tahun depan," kata Bipan Rai, kepala strategi valas Amerika Utara di CIBC Capital Markets.
Dolar Australia, yang dilihat sebagai proksi untuk selera risiko, menguat 0,28 persen pada Senin (8/11/2021). Dolar Selandia Baru naik 0,58 persen setelah Perdana Menteri Jacinda Arden mengumumkan bahwa tindakan penguncian kemungkinan akan dihapus pada akhir bulan.
Euro sedikit lebih tinggi, menguat 0,17 persen pada US$1,1588. Inflasi zona euro akan mereda tahun depan dan tetap terlalu lemah dalam jangka menengah, ungkap Kepala Ekonom Bank Sentral Eropa (ECB) Philip Lane. Dia mengulangi pesan lama bank bahwa pertumbuhan harga tinggi bersifat sementara.