Bisnis.com, JAKARTA – Penawaran obligasi ritel (ORI) seri ORI020 akan dimulai pada Senin (4/10/2021).
Vice President of Economist Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan potensi tersebut mengingat ada tren kenaikan imbal hasil yield dalam dua minggu terakhir sehingga seiring dengan sifatnya yang tradable atau dapat diperdagangkan.
Josua menyebut bahwa daya tarik ORI kali ini cenderung rendah terutama bagi investor ritel yang berniat memperdagangkannya dalam waktu dekat.
Kendati demikian, pihaknya mengatakan bahwa dengan semakin rendahnya suku bunga bank, gap dari kupon dan suku bunga semakin tinggi maka bisa mendorong kenaikan permintaan dari ORI020 ini.
“Bila dilihat dari polanya, meskipun mempunyai kupon yang relatif rendah, surat berharga negara [SBN] konvensional biasanya lebih atraktif di antara para investor seiring dengan sifatnya yang lebih likuid di pasar keuangan,” jelas Josua saat dihubungi Bisnis, akhir pekan lalu.
Oleh karena itu, ORI020 menurutnya mempunyai potensi untuk mencatatkan penawaran yang lebih tinggi dibandingkan SBN Sukuk Ritel Negara seri SR015 meski memang terbatasi oleh kondisi imbal hasil di dalam negeri secara umum.
Baca Juga
“Diperkirakan penerbitan ORI020 akan mendapatkan penawaran antara Rp20 triliun - Rp30 triliun,” kata Josua.
Hal senada diungkapkan Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana. Menurutnya, meski kupon yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan dengan seri sebelumnya, ORI020 masih akan tetap dicari oleh investor ritel.
Wawan memaparkan, bunga deposito yang rendah dan pandemi berkepanjangan membuat tingkat likuiditas saat ini masih cukup melimpah. Hal ini membuat investor aktif mencari opsi investasi yang aman seperti ORI020.
“ORI juga menawarkan beberapa nilai tambah lain seperti likuiditas dan sifatnya yang dapat diperdagangkan [tradeable],” jelasnya saat dihubungi, Jumat (1/10/2021).
Wawan menambahkan, dibandingkan dengan deposito keuntungan investasi dari ORI020 masih lebih besar. Dengan kupon 4,95 persen, investor akan mendapatkan return bersih sekitar 4,45 persen setelah pajak.