Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS naik ke level tertinggi dua minggu terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (13/9/2021) waktu setempat.
Mengutip Antara, Selasa (14/9/2021), penguatan dolar dikarenakan ekspektasi bahwa Federal Reserve (Fed) AS dapat mengurangi pembelian asetnya (tapering) pada akhir tahun, meskipun ada lonjakan kasus Covid-19.
Namun dolar mundur dari posisi tertingginya di perdagangan sesi sore waktu AS. Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, semula menguat menjadi 92,887, tertinggi sejak 27 Agustus. Sementara posisi terakhir naik tipis di 92,664.
Sejumlah data ekonomi AS akan dirilis minggu ini, dimulai dengan harga konsumen pada Selasa waktu setempat, yang akan memberikan pembaruan terbaru tentang seberapa panas inflasi menjelang pertemuan Fed minggu depan.
Presiden The Fed Philadelphia Patrick Harker menjadi pejabat terbaru yang mengatakan dia ingin bank sentral mulai melakukan tapering tahun ini.
"Kami melihat dari komunikasi Fed bahwa mereka ingin memutuskan hubungan tapering dari kenaikan suku bunga. Tetapi akan membutuhkan banyak hal meyakinkan dan terus terang banyak waktu bagi pasar untuk mengubah fungsi reaksinya. Untuk saat ini, alur waktu tapering terkait erat dengan alur waktu kenaikan suku bunga di pasar," kata Ahli Strategi Makro Wells Fargo Securities, Erik Nelson, di New York.
Baca Juga
Tapering biasanya mengangkat dolar karena itu mencerminkan langkah menuju kebijakan moneter yang lebih ketat. Ini juga berarti The Fed akan membeli lebih sedikit aset utang, yang menunjukkan akan ada lebih sedikit dolar yang beredar.
The Wall Street Journal melaporkan pada Jumat (10/9/2021) bahwa pejabat Fed akan mencari kesepakatan untuk mulai mengurangi pembelian obligasi pada November.
Selain inflasi, angka penjualan dan produksi ritel AS juga dijadwalkan siap dirilis minggu ini.
"Angka Indeks Harga Konsumen tinggi lainnya minggu ini dalam menghadapi data ekonomi yang melemah dapat mulai membuat Fed tersudut, karena tekanan meningkat untuk normalisasi stimulus," kata Christopher Vecchio, Analis Senior DailyFX.com.
Euro termasuk di antara mata uang yang melemah terhadap dolar, merosot ke US$1,1770 terendah dalam lebih dari dua minggu, setelah Bank Sentral Eropa (ECB) mengatakan pekan lalu akan mulai memangkas pembelian obligasi daruratnya. Euro terakhir turun 0,1 persen pada US$1,1801.
Terhadap yen, dolar naik 0,1 persen pada 110 yen. Dolar juga naik 0,5 persen versus franc Swiss menjadi 0,9228.
Di pasar mata uang kripto, Bitcoin jatuh 2,8 persen menjadi US$44.762.
Litecoin, dengan kapitalisasi pasar hampir US$12 miliar dan salah satu mata uang digital paling awal yang beredar, turun 2,6 persen menjadi US$180,78, berdasarkan data CoinGecko, setelah Walmart Inc mengatakan dalam siaran persnya mengenai kemitraan pengecer dengan uang kripto itu palsu. Alhasil, Litecoin naik sebanyak 27,4 persen karena berita palsu tersebut.