Bisnis.com, JAKARTA – Harga aluminium terus menguat seiring dengan krisis politik di Guinea meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap penurunan pasokan bahan pembuatan logam ini.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (6/9/2021), harga aluminium naik 1,8 persen ke level US$2.775,50 per ton pada London Metal Exchange (LME). Harga tersebut merupakan level tertinggi sejak Mei 2011 lalu.
Sementara itu, harga aluminium berjangka di China juga melesat hingga 3,4 persen ke level tertinggi sejak tahun 2006. Lonjakan harga juga memicu kenaikan saham-saham perusahaan terkait di Negeri Panda tersebut.
Adapun, di Guinea unit militer negara tersebut mengambilalih kekuasaan dan menangguhkan pemberlakuan konstitusi. Kepala Pasukan Khusus Guinea, Kolonel Mamady Doumbouya meminta seluruh angkatan bersenjata di negara tersebut untuk mendukungnya dalam pengumuman yang ditayangkan televisi di Guinea.
Guinea merupakan negara produsen utama mineral bauksit yang menjadi salah satu komponen utama dalam pembuatan alumunium. China merupakan importir utama mineral ini, dengan cakupan lebih dari 50 persen di pasar global.
Sepanjang tahun 2021, harga aluminium telah melonjak hampir 40 persen di London Metal Exchange. Kenaikan ini terjadi seiring dengan pemulihan permintaan global yang dibarengi dengan dimulainya pembatasan produksi oleh China untuk mencapai target emisi 0 persen.
Baca Juga
Pendiri United Co. Rusal Oleg Deripaska dalam unggahannya di media sosial Telegram menyebutkan pasar akan mengalami guncangan yang serius dengan perkembangan kondisi di Guinea.
Sebelumnya, sejumlah pelaku pasar meyakini kenaikan harga aluminium masih akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Lembaga seperti Goldman Sachs, Citigroup Inc., dan Trafigura Group memprediksi kenaikan harga akan terjadi seiring dengan defisit pasokan yang akan semakin dalam akibat pemulihan ekonomi global yang terus berjalan.