Bisnis.com, JAKARTA — Emiten anak usaha Pelindo II, PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk. (IPCC), masih menunggu arahan Kementerian BUMN terkait dampak dari merger induk usahanya menjadi satu entitas besar, Pelindo.
Dalam rencananya, Pelindo terintegrasi selanjutnya tidak akan dikelola berdasarkan wilayah melainkan berdasarkan lini bisnis sehingga dapat fokus untuk mengembangkan potensi bisnis ke depan.
Fokus klaster-klaster bisnis akan meningkatkan kapabilitas dan keahlian yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan pelanggan melalui kualitas layanan yang lebih baik dan peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber daya keuangan, aset, dan SDM.
Corporate Secretary Indonesia Kendaraan Terminal Sofyan Gumelar menurutkan posisi emiten bersandi IPCC ini masih menunggu arahan dari induk usaha IPC atau Pelindo II maupun Kementerian BUMN.
Dalam penggabungan tersebut, IPCC menilai kemungkinan tidak ada istilah surviving company untuk anak, cucu, dan cicit usaha maupun cabang. Nantinya entitas-entitas ini akan disatukan berdasarkan klaster usaha.
"Meski di lingkungan Pelindo baru ada IPCC dan IPCM yang melantai di IDX namun, IPCC dan IPCM tidak dilakukan penggabungan karena memiliki kegiatan bisnis yang berbeda meski sama-sama menjalankan kegiatan di Pelabuhan," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (5/9/2021).
Baca Juga
Terkait dengan strategi bisnis dan pengembangan ke depannya, ada maupun tidak adanya merger, manajemen tetap akan mengawal kinerja IPCC dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Apalagi dengan adanya penggabungan ini, manajemen akan berupaya mempertahankan layanan dan meningkatkan excellent operation kepada para mitra yang sudah ada dan tetap melakukan penjajakan ke sejumlah pabrikan otomotif untuk layanan handling stevedoring, cargodoring, maupun receiving/delivering.
"Di sisi lain, jika memungkinkan juga dapat melakukan aliansi bisnis dan kerjasama dengan sejumlah pihak terutama pada pihak yang menjadi bagian dari rantai ekosistem logistik," jelasnya.
Manajemen akan berfokus pada tiga hal, yaitu pertama, IPCC berusaha untuk mencapai kinerja terbaiknya untuk meningkatkan pendapatan baik dari sisi operasional yang sudah ada maupun penjajakan peluang kerjasama baru untuk meningkatkan potensi pendapatan atau revenue enhancement maupun business creation baik dalam satu rantai ekosistem logistik maupun di luar rantai ekosistem logistik.
Kedua, IPCC mencoba menjajaki peluang kolaborasi dengan sejumlah pihak. Ketiga, menerapkan tata kelola yang baik sebagai bagian dari amanah para investor pemegang saham dan juga sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik maupun para stakeholders di industri otomotif, pelabuhan, maupun pasar modal.
Hingga semester I/2021, pendapatan operasi IPCC tercatat Rp233,28 miliar naik 32,78 persen dibandingkan dengan saat pandemi pertama menghantam Indonesia pada semester I/2020 sebesar Rp175,68 miliar.
Beban pokok pendapatan juga meningkat menjadi Rp151,82 miliar dari Rp129,04 miliar, sehingga laba kotor tetap mengalami peningkatan menjadi Rp81.46 miliar dari Rp46,63 miliar.
Dengan demikian, laba tahun berjalan mencapai Rp14,83 miliar pada semester pertama tahun ini berbalik untung dari posisi rugi Rp237,78 juta pada paruh awal tahun lalu.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menerangkan sentimen merger Pelindo membuat tren IPCC dalam keadaan naik, sehingga memungkinkan terjadinya rekomendasi buy on weakness.
"IPCC tengah uptrend dengan support 570 dan resistance 700, sempat terjadi pula aksi profit taking pada 2 September 2021. Jadi jika memungkinkan rekomendasinya buy on weakness," urainya kepada Bisnis.
Hingga akhir pekan lalu, Jumat (3/9/2021), harga saham IPCC turun 2,36 persen atau 15 poin ke level 620 dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp1,13 triliun.