Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan manajer investasi asal Inggris PT Schroder Investment Management Indonesia (Schroders Indonesia) membidik total dana kelolaan atau asset under management (AUM) hingga Rp70 triliun hingga akhir 2021.
Target tersebut relatif tidak berubah dibandingkan posisi AUM perseroan pada akhir 2020 senilai Rp72,6 triliun.
Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael T. Tjoajadi menjelaskan hingga akhir Juli 2021 perseroan membukukan total AUM senilai Rp64,2 triliun juga relatif sama seperti posisi pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp64,5 triliun.
“Kami tidak target banyak-banyak, kami harapkan [AUM] sekitar Rp65 triliun - Rp70 triliun. Dan saya perkirakan fund kami tidak default karena saya tidak ingin tumbuh AUM tapi merisikokan reputasi,” kata Michael kepada Bisnis, Jumat (20/8/2021).
Adapun, posisi AUM yang belum terlalu signifikan itu disebut Michael lantaran posisi indeks saham juga belum terlalu naik.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 0,64 persen menjadi 6.030,77 pada Jumat (23/8/2021). Sejak awal tahun, indeks komposit tumbuh 0,86 persen.
Baca Juga
Adapun, posisi IHSG tersebut masih berada di bawah level sebelum pandemi walau tak terlampau jauh.
“Kami kan sebagian besar investasi di saham. Untuk saham ini kan belum terlalu naik indeksnya, jadi memang kurang pengaruhnya [ke AUM]. Tapi, beruntung minusnya tidak membludak ya,” imbuh Michael.
Michael pun memperkirakan IHSG masih berpotensi tumbuh seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi global dan Indonesia. Walaupun pergerakan IHSG bakal terhadang oleh pengetatan (tapering) dari Bank Sentral AS namun investor diharapkan tidak perlu terlampau khawatir.
Schroders Indonesia memperkirakan ekonomi global bakal tumbuh ke level 5,9 persen pada 2021 ini. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi bakal berlanjut di kisaran 4 persen - 4,5 persen pada 2022 dengan pertimbangan suku bunga mulai dinaikkan.
Walaupun optimistis dengan pertumbuhan ekonomi yang akan berlanjut setelah terjadi resesi pada 2020, Michael mengingatkan bahwa sentimen bakal tetap ada di pasar saham.
“Harus diingat, siklus [pertumbuhan ekonomi] kita di Indonesia ini baru naik dan kita tidak perlu takut dengan tapering. Suku bunga pasti dinaikkan dan ini memang dibutuhkan agar tidak terjadi hiperinflasi yang membahayakan ekonomi. IHSG juga tidak turun terlalu lama, sempat turun lebih dari satu persen, sekarang sudah naik lagi,” jelas Michael.