Bisnis.com, JAKARTA- Bisnis transportasi liquefied natural gas atau LNG semakin menggeliat sejalan dengan permintaan permintaan energi ramah lingkungan tersebut. Salah satu operator transportasi LNG yakni PT GTS International pun mengincar layanan transportasi di beberapa titik yang merupakan proyek pemerintah.
Saat ini, berbagai upaya dilakukan guna mengurangi dominasi sumber energi berbasis minyak mentah. Energi fosil jenis ini dinilai telah berkontribusi terhadap polusi udara, karena melepaskan emisi karbon yang sangat besar.
Berbeda dengan minyak, gas justru menjadikan langit lebih biru. Tak pelak, berbagai kebijakan pemerintah negara-negara di dunia, menaruh hati terhadap penggunaan gas secara luas, tak terkecuali Indonesia.
Secara perlahan, kebijakan pemerintah mengalihkan sumber energi pembangkit listrik dari bahan bakar minyak dengan gas, khususnya LNG. Hal ini akan mendogkrak nilai bisnis LNG.
Tahun lalu, lahir Keputusan Menteri Energi dan Sumber daua Mineral Nomor 13 K/13/MEM/2020 tentang Penugasan Pelaksanaan Penyediaan Pasokan dan Pembangunan Infrastruktur Liquified Natural Gas (LNG), Serta Konversi Penggunaan Bahan Bakar Minyak dengan Liquefied Natural Gas (LNG) Dalam Penyediaan Tenaga Listrik. Dalam regulasi itu, dipetakan 30 titik dari total 52 titik pembangkit listrik yang akan menggunakan tenaga gas.
Sebagai salah satu pemain utama transportasi gas tersebut, GTSI pun membidik perluasan layanan. Bahkan, GTSI telah mengikuti proses tender.
Direktur GTSI Dandun Widodo mengungkapkan perusahaan sudah mengikuti proses pengadaan transportasi LNG beserta infrastruktur pendukungnya untuk beberapa titik. “Kini tengah menanti tanggapan selanjutnya dari pihak pemilik proyek,” jelasnya.
Kemal Imam Santoso, Direktur Utama GTSI telah memberikan sinyal bahwa perusahaan bakal melantai di bursa. GTSI akan memanfaatkan pendanaan publik untuk menunjang ekspansi perusahaan dalam bisnis LNG.
Menurutnya, prospek bisnis ini sangat menjanjikan lantaran gas merupakan energi masa depan yang ramah lingkungan dan Pemerintah juga sudah berkomitmen untuk menggunakan sumber-sumber energi yang berkelanjutan.
GTSI, jelas Kemal, sangat siap karena kualifikasi sumber daya manusia yang berpengalaman dan terbukti mencapai zero accident sepanjang tiga dasawarsa beroperasi.
Selama tiga tahun terakhir, perusahaan senantiasa memetik pertumbuhan pendapatan, mulai dari US$27 juta, kemudian meningkat menjadi US$30 juta pada 2019, hingga mencapai US$31 juta pada tahun lalu.
Sementara net profit dalam kurun waktu yang sama masing-masing US$7 juta pada 2018, lalu US$10 juta pada 2019, dan US$16 juta pada 2020.
“Kalau dibandingkan, US$16 juta [net profit] dengan US$31 juta [revenue] pada 2020, berarti persentasenya lebih dari 50%. Artinya, bisnis ini sangat menguntungkan. Common practice di bisnis LNG melalui skema time charter, di mana seluruh biaya operasional menjadi beban penyewa. Bisnis transportasi LNG tidak berpengaruh pada seberapa banyak kargo yang ditransportasikan lantaran mereka menggunakan waktu sewa. Mau nongkrong, jalan, tetap dibayar,” pungkasnya.