Bisnis.com, JAKARTA - Komoditas minyak mentah menuju kerugian mingguan yang substansial terpengaruh langkah Federal Reserve atau The Fed atas pengurangan pembelian aset atau tapering. Reli dolar AS juga dikhawatirkan akan mengganggu permintaan energi global.
Dilansir Bloomberg, Sabtu (21/8/2021), West Texas Intermediate telah jatuh lebih dari 6 persen pekan ini, dan ditutup pada level terendah sejak Mei pada hari Kamis di tengah penurunan luas di seluruh komoditas. Patokan minyak AS naik 0,6 persen mendekati US$64 per barel pada hari Jumat.
Selain itu, minyak mentah juga telah diterpa oleh prospek The Fed yang mengurangi stimulus moneternya. Meski begitu, pandemi tetap menjadi ancaman bagi permintaan energi, terutama di seluruh Asia, dengan importir utama China membatasi mobilitas untuk memerangi wabah.
Pelemahan minyak mentah dapat mendorong OPEC+ untuk menghentikan rencana peningkatan produksi berikutnya, menurut Citigroup Inc. Kelompok 23 negara yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia dijadwalkan bertemu untuk menilai kondisi pasar pada 1 September. Saat ini, anggota akan menambah pasokan 400.000 barel per hari di bulan depan.
"Ini adalah minggu risk-off, ditandai oleh kekhawatiran seputar varian delta, angka aktivitas beragam dari China, dolar yang lebih kuat, dan ketakutan bahwa bank sentral AS dapat melakukan taper dengan cepat," menurut Wayne Gordon, ahli strategi di UBS AG Wealth Management seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (21/8/2021).
Dolar mencapai level tertinggi sejak November menyusul langkah The Fed. Kondisi itu juga membuat komoditas termasuk minyak mentah lebih mahal bagi pembeli luar negeri. Penurunan minyak minggu ini diimbangi dengan penurunan tembaga dan bahan baku lainnya.
Baca Juga
Pandemi terus mengganggu rencana untuk memulai kembali kegiatan ekonomi, menghambat mobilitas dan permintaan bahan bakar. Di Australia, penguncian selama dua bulan di Sydney akan diperpanjang hingga setidaknya akhir September. Sementara di AS lebih banyak perusahaan mengumumkan rencana untuk mempertahankan pekerja di rumah saat virus varian delta menyebar .
Rentang waktu cepat Brent menguat minggu ini, bahkan ketika harga utama turun sebesar 47 sen per barel pada hari Jumat, dari 37 sen pada hari Senin. Hal tersebut adalah pola bullish, dengan harga mendekati tanggal di atas harga yang lebih baru.
Tekanan pada harga minyak makin bertambah setelah data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa meskipun stok minyak mentah AS turun, ada kenaikan mengejutkan dalam ketersediaan bensin, yang menandakan permintaan bahan bakar jadi berisiko mengingat adanya ancaman Covid-19 varian delta.
Reli harga minyak sepanjang semester pertama tahun ini kehilangan momentum untuk melanjutkan kenaikan pada Juli dan Agustus setelah adanya ancaman pada permintaan karena adanya penyebaran Covid-19 varian Delta, termasuk di China sebagai negara importir terbesar.
"Keseluruhan pasar minyak sedang rapuh, jadi risalah The Fed justru menambah kerentanan pada keanikan harga minyak. Risikonya sangat luas di seluruh pasar," kata Howie Lee, Ekonom, Oversea-Chinese Banking Corp.