Bisnis.com, JAKARTA - Dalam waktu dua bulan, emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. berhasil menyelesaikan dua perkara internasional yang melibatkan lessor (pemberi sewa pesawat) dan entitas lainnya.
Emiten penerbangan berkode saham GIAA ini baru saja sepakat melakukan perdamaian dengan Rolls Royce.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio menyebutkan pihaiknya telah melakukan perdamaian dengan Rolls Royce Plc. dan Rolls Royce Total Care Services Ltd. sehubungan gugatan pembatalan perjanjian oleh GIAA terhadap Rolls Royce pada 12 September 2018.
"Gugatan itu sebelumnya terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan register Perkara 507/2018," paparnya dalam surat ke Bursa Efek Indonesia, dikutip Selasa (17/8/2021).
Adapun, kesepakatan perdamaian telah dicapai dalam proses mediasi dan ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian damai pada 12 Agustus 2021.
Berdasarkan perjanjian damai, Garuda akan melaksanakan isi perjanjian tersebut yang telah disepakati dengan Rolls Royce di hadapan mediator, dan mencabut gugatan perkara 507/2018.
Baca Juga
Selain itu, emiten angkutan niaga BUMN ini berhasil menghentikan gugatan pailit yang diajukan pemberi sewa pesawatnya yakni Aercap di pengadilan tinggi New South Wales, Australia.
Direktur Teknik Garuda Indonesia Rahmat Hanafi menuturkan perseroan bersama lessor Aercap Ireland Limited (Aercap) telah bersepakat menandatangani kesepakatan Global Side Letter Agreement pada 28 Juli 2021.
"Melalui penandatanganan Global Side Letter tersebut, Aercap setuju antara lain menghentikan gugatan atau legal proceeding berupa gugatan pailit yang telah diajukan Aercap terhadap perseroan di Supreme Court di New South Wales pada 21 Juni 2021," urainya dalam keterbukaan informasi, dikutip Minggu (8/8/2021).
Di sisi lain, Garuda Indonesia juga menyepakati untuk menerbangkan dan merelokasi 9 pesawat B737 800NG yang disewa perseroan pada pokasi yang telah disetujui.
Dengan demikian, dampak dari penandatanganan kesepakatan tersebut, emiten berkode GIAA ini memastikan seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan akan tetap berlangsung dengan normal.
"Perseroan berkomitmen senantiasa mengoptimalkan ketersediaan layanan penerbangan yang aman dan nyaman memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat maupun pengangkutan kargo bagi sektor perekonomian nasional," katanya.
Garuda Indonesia juga, terang Rahmat turut memastikan tindak lanjut dari kesepakatan dengan Aercap ini dilaksanakan dan penghentian gugatan pailit pun dilakukan.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2021, GIAA mencetak pendapatan US$353,07 juta turun 54,03 persen dari pendapatan kuartal I/2020 sebesar US$768,12 juta.
Pendapatan dari penerbangan berjadwal menurun menjadi US$278,22 juta dari US$654,52 juta. Sementara, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal naik menjadi US$22,78 juta dari US$5,31 juta. Pendapatan usaha lainnya juga menurun menjadi US$52,06 juta dari US$108,27 juta.
Adapun, beban usaha perseroan menurun tetapi tetap di atas kinerja pendapatan perseroan. Beban usaha per kuartal I/2021 sebesar US$702.17 juta sementara pada kuartal I/2020 sebesar US$945,7 juta.
Walhasil, perseroan mencetak rugi usaha sebesar US$287,09 juta per 3 bulan tahun ini dari posisi laba usaha US$616.040 per 3 bulan awal tahun lalu.
Dengan demikian, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk membengkak menjadi US$384,34 juta dari posisi US$120,16 juta per kuartal pertama tahun lalu.