Bisnis.com, JAKARTA — Gembok suspensi saham PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) telah dibuka tetapi laju pertumbuhannya terhenti.
Pada Kamis (12/8/2021), investor menghajar kiri atau menjual saham DCII sehingga auto reject bawah (ARB). Saham emiten teknologi itu jatuh 6,99 persen atau 4.125 poin ke level Rp54.875.
DCII diperdagangkan sebanyak 27 kali dengam saham yang beredar sebanyak 4.000 unit. Adapun nilai transaksi saham mencapai Rp224,45 juta.
Kejatuhan saham DCII setelah BEI menggembok saham DCII sejak 17 Juni 2021. Dengan begitu, saham perseroan telah digembok hampir dua bulan. Kala itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan saham DCII masih disuspensi karena pihak Bursa masih melakukan pemeriksaan terhadap transaksi saham DCII.
Dalam pengumuman sebelumnya, bursa mengungkapkan alasan suspensi adalah karena terjadinya peningkatan harga kumulatif yang signifikan pada saham DCII sehingga Bursa memandang perlu dilakukan penghentian sementara perdagangan saham.
Saham DCII bergerak dengan agresif. Saham emiten milik Toto Sugiri itu telah melonjak lebih dari 14.000 persen sejak pertama kali diperdagangkan pada 6 Januari 2021.
Baca Juga
Adapun posisi terakhir sebelum disuspensi, yakni per penutupan pasar Rabu (16/6/2021), saham DCII parkir di level 59.000 setelah menguat 17,41 persen dalam sehari.
Saham sektor teknologi jumbo lainnya, PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) juga amblas 6,76 persen pagi ini mentok ARB ke level Rp965 per saham.
Saham BUKA ditransaksikan sebanyak 4.238 kali dengan volume saham yang beredar 245 juta unit. Adapun nilai transaksi tercatat mencapai Rp237 miliar miliar. Kapitalisasi pasarnya turun ke bawah Rp100 triliun, tepatnya Rp99,45 triliun.
Lantas, bagaimana penerapan aturan auto rejection saham?
Sesuai arahan OJK, BEI menetapkan kebijakan auto rejection asimetris pada masa pandemi, yang berlaku mulai 13 Maret 2020.
Kebijakan tersebut termaktub dalam Peraturan No. II-A Tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas dengan SK Direksi No: KEP-00025/BEI/03-2020.
Sesuai peraturan baru tersebut rentang harga saham Rp50—Rp200 akan dikenakan auto reject apabila terjadi kenaikan sebesar 35 persen atau penurunan harga saham sebesar 7 persen dalam satu hari.
Sementara untuk rentang harga saham Rp200—Rp5.000 dikenakan auto reject apabila terjadi kenaikan harga sebesar 25 persen atau penurunan harga sebesar 7 persen.
Kemudian untuk rentang harga saham di atas Rp5.000 dikenakan auto reject apabila terjadi kenaikan harga sebesar 20 persen atau penurunan harga sebesar 7 persen.
Sebelum kebijakan auto rejection asimetris berlaku, Bursa menetapkan kebijakan auto rejection simetris, dimana batas atas dan batas bawah memiliki besaran yang sama di setiap fraksi harga.
Perinciannya, kelompok harga saham di rentang Rp50-Rp200 memiliki batas atas dan batas bawah 35 persen, rentang harga Rp200-Rp5.000 berbatas atas dan berbatas bawah 25 persen, dan rentang harga di atas Rp5.000 memiliki batas atas dan batas bawah sebesar 20 persen.
Dengan demikian, regulasi yang berlaku hingga saat ini ialah kebijakan auto rejection asimetris pada masa pandemi.