Bisnis.com, JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat kenaikan porsi investasi pada obligasi korporasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Berdasarkan data dari Pefindo, hingga April 2021 alokasi investasi BPJS ke surat utang korporasi sebesar Rp84,4 triliun atau 16,8 persen dari seluruh dana kelolaan BPJS sebesar Rp 503,7 triliun. Angka tersebut juga setara dengan 16,5 persen nilai outstanding obligasi korporasi.
Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra menjelaskan, porsi investasi BPJS Ketenagakerjaan pada obligasi korporasi telah mengalami kenaikan selama beberapa tahun terakhir. Tren tersebut telah terjadi sejak 2018 lalu dan berlanjut hingga tahun ini.
“Tahun 2020 kemarin mengalami kenaikan porsi tertinggi, dari 10 persen pada 2019 menjadi lebih dari 15 persen,” katanya dalam diskusi daring Pefindo, Kamis (8/7/2021).
Salyadi menjelaskan, salah satu kemungkinan penyebab naiknya alokasi investasi BPJS ke obligasi korporasi adalah rencana mereka untuk mengurangi porsi investasinya pada pasar saham.
“Mungkin saja perpindahan ini salah satunya ke instrumen obligasi korporasi,” ujarnya.
Baca Juga
Menurutnya, kenaikan porsi investasi BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan di obligasi korporasi menjadi kabar positif untuk instrumen tersebut. Meski demikian, ia tetap berharap investor institusi besar seperti BPJS Ketenagakerjaan atau Taspen tidak meninggalkan pasar modal sepenuhnya.
“Kalau tidak di pasar modal akan cukup sulit untuk capai target return. Investasi di pasar modal mau tidak mau menjadi alternatif investasi yang berikan return cukup optimal,” jelasnya.
Sementara itu, hingga semester I/2021, total penerbitan surat utang korporasi nasional adalah sebesar Rp43,37 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan emisi sepanjang semester I/2020 lalu sebanyak Rp30,03 triliun.
Salyadi mengatakan, penerbitan obligasi korporasi pada semester I/2021 menunjukkan puncaknya pada periode Maret -April lalu. Hal tersebut terjadi seiring dengan optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi Indonesia.