Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Semester II/2021, Daya Tarik Saham Big Caps Masih Redup

Saham-saham besar seperti yang tergabung di Indeks LQ45 cenderung sepi peminat karena minim sentimen.
Karyawan berada di dekat monito pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (30/1). Bisnis/Nurul Hidayat
Karyawan berada di dekat monito pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (30/1). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja saham emiten-emiten besar nan kondang diproyeksi masih akan melewati jalan terjal pada paruh kedua tahun ini.

Sepanjang semester I/2021, indeks LQ45 yang berisi saham-saham unggulan dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa mencetak rapor merah yakni terkoreksi -9,63 persen. Jauh berbanding dengan kinerja IHSG yang masih mampu menguat tipis 0,11 persen.

Direktur MNC Asset Manajemen Edwin Sebayang mengatakan sejak pandemi menerpa Indonesia, tren pasar saham mulai berubah seiring sentimen yang berkembang.

“Tahun lalu ramai borong farmasi, lalu sektor digital, lalu komoditas, lalu digital lagi. Sekarang karena kasus Covid-19 naik lagi akhirnya balik lagi ke farmasi,” tutur Edwin kepada Bisnis, Rabu (30/6/2021)

Mayoritas saham-saham sektor tersebut berasal dari kalangan emiten berkapitalisasi kecil dan menengah. Di sisi lain, dari sisi investor tren juga berubah yang mana investor pasar modal saat ini didominasi oleh ritel.

“Pasar kita sekarang digerakkan ritel. Nah ritel ini karakteristiknya seperti apa? Mereka sukanya trading, jadi sangat jangka pendek. Lagi ramai apa, mereka ikut ke sana,” tutur Edwin lagi.

Alhasil, sepanjang semester I/2021, Edwin menilai IHSG lebih banyak digerakkan oleh saham-saham SMC. Sementara saham-saham besar seperti yang tergabung di Indeks LQ45 cenderung sepi peminat karena minim sentimen.

Terbukti, pergerakan LQ45 jeblok sepanjang paruh pertama tahun ini karena mayoritas saham penghuninya cenderung tak memiliki sesuatu yang baru di bisnis mereka untuk menarik minat para investor ritel.

“Tidak ada isu mengenai digitalisasi, atau pengembangan ke depan yang out of the box. Itu tidak ada. Apalagi program-program pemerintah seperti SWF nggak jalan, jadinya liat PTPP, WIKA, ESKT itu turun tajam,” tuturnya.

Dia juga memperkirakan kondisi yang sama masih berlanjut hingga semester kedua tahun ini, sepanjang tidak ada aksi korporasi atau sentimen yang menarik yang dapat mengerek daya tarik saham-saham tersebut.

Meskipun demikian, secara fundamental, dia menilai masih banyak saham-saham LQ45 yang menarik dan dapat dikoleksi untuk jangka panjang. Namun, bukan untuk investor yang aktif trading.

“Buat investasi, tentu masih oke. Tapi kalau trading, mereka yang ritel itu cenderung masih akan ditinggalin. Mereka mikir ngapain beli saham-saham yang mati suri begitu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper