Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo meminta seluruh kementerian, lembaga, hingga kepala daerah untuk menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK.
Salah satu temuan BPK terkait pelaksanaan investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Jokowi dalam acara peyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020. Acara itu berlangsung pada Jumat (25/6/2021) di Istana Negara, Jakarta.
Jokowi menilai bahwa pemerintah perlu memperhatikan berbagai rekomendasi dari BPK yang ada dalam laporan tersebut, khususnya terkait pengelolaan pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Oleh karena itu, seluruh unsur dan jajaran pemerintahan perlu menindaklajuti temuan BPK.
"Saya minta kepada para menteri, para kepala lembaga, dan kepala daerah agar semua rekomendasi pemeriksaan BPK segera ditindaklanjuti dan diselesaikan," ujar Jokowi pada Jumat (25/6/2021).
Salah satu poin yang dibahas BPK dalam IHPS II 2020 adalah terkait pengelolaan saham BPJS Ketenagakerjaan. BPK menilai tata kelola investasi BPJS Ketenagakerjaan belum sepenuhnya memadai, sehingga kehilangan kesempatan untuk memperoleh hasil pengembangan dana secara optimal.
Baca Juga
BPK pun memberikan sejumlah rekomendasi bagi BPJS Ketenagakerjaan, salah satunya untuk melakukan penjualan. BPK bahkan menyebut enam saham secara spesifik dalam laporan itu.
"BPK merekomendasikan BPJS Ketenagakerjaan agar mempertimbangkan untuk melakukan take profit atau cut loss saham-saham yang tidak ditransaksikan antara lain saham SIMP, KRAS, GIAA, AALI, LSIP, dan ITMG," tertulis dalam IHPS II 2020.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa seluruh kementerian dan lembaga memang harus menindaklanjuti rekomendasi dari BPK, tak terkecuali BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut karena BPK berperan sebagai auditor negara.
Meskipun begitu, lembaga seperti BPJS Ketenagakerjaan berhak memberikan penjelasan terkait sikapnya terhadap rekomendasi BPK itu, misalnya jika akan melakukan cut loss atau tidak atas saham-saham yang disebutkan. Penjelasan itu tercantum dalam jawaban resmi kepada BPK.
"BPJS Ketenagakerjaan sebagai lembaga di struktur kenegaraan, itu harus menjawab rekomendasi yang disebut BPK. Termasuk soal cut loss, harus menjawab, bagaimana, kalau memang tidak mampu ada perbaikan sebenarnya harus dilakukan [rekomendasi BPK]," ujar Timboel kepada Bisnis, Jumat (25/6/2021).
Menurutnya, rekomendasi dari BPK di satu sisi bersifat tantangan bagi kementerian dan lembaga terkait untuk menyelesaikan temuan yang ada. Misalnya, dalam konteks BPJS Ketenagakerjaan, badan itu ditantang untuk mengatasi kondisi unrealized loss dalam investasi saham dan reksa dana.
Timboel menilai bahwa rekomendasi itu perlu diklarifikasi agar pengelolaan dana di lembaga negara berjalan dengan optimal. Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan perlu menindaklanjuti rekomendasi dengan cermat untuk menghindari risiko.
"BPK bisa menyatakan kemarin sudah bilang agar BPJS Ketenagakerjaan menjual [saham], kemarin masih ada duitnya agar cut loss, sekarang misalkan saham itu sudah tidak bernilai, makin rugi kalau cut loss, BPJS bisa kena, harus tanggung jawab. BPK bisa melaporkan itu ke Kejaksaan Agung," ujarnya.
Meskipun begitu, menurutnya, rekomendasi cut loss atau take profit saham itu harus dilandasi regulasi yang jelas dan kuat. Jangan sampai BPJS Ketenagakerjaan melakukan cut loss, tapi kemudian diperhitungkan sebagai kerugian negara dan menjadi tindak pidana.