Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia menyetop sementara perdagangan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) seiring dengan langkah perseroan menunda pembayaran kupon sukuk global.
Pada perdagangan Jumat (18/6/2021), BEI menyetop perdagangan saham GIAA. Saham GIAA pun tak bergeming dari level kemarin Rp222. Sepanjang 2021, saham GIAA turun 44,78 persen.
BEI pun menerbitkan pengumuman Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) Tercatat di Papan: Utama Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021.
Menurut BEI, ada dua alasan yang mendasari penghentian saham GIAA.
Pertama, surat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (Perseroan) No. GARUDA/JKTDF/20625/2021 tanggal 17 Juni 2021 perihal Laporan Informasi atau Fakta Material Penundaan pembayaran Jumlah Pembagian Berkala (“Kupon Sukuk”) atas US$ 500.000.000 Trust Certificate Garuda Indonesia Global Sukuk Limited (“Sukuk”); dan
Kedua, surat Perseroan No. GARUDA/JKTDF/20593/2021 tanggal 3 Juni 2021 perihal Laporan Informasi atau Fakta Material Pengumuman Penundaan Pembayaran Garuda Indonesia Global Sukuk Limited Trust Certificate.
Baca Juga
Perseroan telah menunda pembayaran Jumlah Pembagian Berkala Sukuk yang telah jatuh tempo pada tanggal 3 Juni 2021 dan telah diperpanjang pembayarannya dengan menggunakan hak grace period selama 14 hari, sehingga jatuh tempo pada tanggal 17 Juni 2021. Hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada kelangsungan usaha Perseroan.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) di Seluruh Pasar terhitung sejak Sesi I Perdagangan Efek tanggal 18 Juni 2021, hingga pengumuman Bursa lebih lanjut.
Bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Perseroan.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengumumkan penundaan pembayaran kupon global sukuk dari periode masa tenggang selama 14 hari yang berakhir pada 17 Juni 2021.
"Perseroan pada hari ini mengumumkan dengan berat hati untuk terus menunda pembayaran jumlah Pembagian Berkala yang jatuh tempo pada 3 Juni berdasarkan US$500.000.000 Garuda Indonesia Global Sukuk Limited Trust Certificate Jatuh Tempo 2023," Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam siaran pers, Kamis (17/6/2021).
Terlepas dari keputusan ini, Garuda berharap dapat terus menyediakan perjalanan udara yang aman, andal, dan berkualitas untuk Indonesia dan pengguna jasa perjalanan umum
Penundaan yang disampaikan perseroan melalui Singapore Exchange Announcement serta Sistem Pelaporan Elektronik PT Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut diklaim karena memperhatikan kondisi perseroan yang terdampak signifikan imbas pandemi Covid-19.
“Keputusan Garuda Indonesia untuk melakukan penundaan pembayaran kupon global sukuk ini merupakan langkah berat yang tidak terhindarkan dan harus ditempuh perseroan ditengah fokus perbaikan kinerja usaha serta tantangan industri penerbangan imbas pandemi yang saat ini masih terus berlangsung," katanya.
Kendati begitu, manajemen tetap menyampaikan apresiasi atas dukungan yang diberikan para pemegang sukuk atas upaya yang dilakukan perseroan demi keberlangsungan dan masa depan bisnis Garuda Indonesia.
Lebih lanjut, Irfan menjelaskan perseroan telah menunjuk Guggenheim Securities, LLC sebagai financial advisor yang akan mendukung langkah pemulihan kinerja usaha, khususnya melalui berbagai evaluasi strategi yang akan ditempuh dalam penyehatan kinerja perseroan bersama dengan mitra strategis lainnya seperti PT Mandiri Sekuritas, Cleary Gottlieb Steen & Hamilton LLP, dan Assegaf Hamzah & Partners.
"Penunjukan financial advisor ini juga merupakan wujud keseriusan kami dalam memastikan langkah berkesinambungan Garuda Indonesia dalam pemulihan kinerja perseroan berjalan optimal khususnya didukung oleh mitra strategis yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang mumpuni dalam mendukung upaya perseroan melewati masa sulit ini," ujarnya.
Dia menambahkan Garuda percaya kapabilitas perseroan dalam meningkatkan resiliensi bisnis di tengah ketidakpastian iklim bisnis industri penerbangan saat ini.