Bisnis.com, JAKARTA - Instrumen Exchange Traded Funds (ETF) mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada sekitar 1990. Di Jepang, ETF pertama kali diluncurkan pada 1995 melalui Nikkei 300 Stock Index.
Kei Okazaki, Head of ETF Secondary Trading di Tokyo Stock Exchange (TSE), menjelaskan pada 2001 pihaknya meluncurkan sejumlah ETF yang terhubung ke indeks Nikkei 225 dan TOPIX. Baru pada 2018, TSE memperkenalkan market making scheme yang melibatkan penyedia likuiditas. Hingga kini tercatat ada 12 market maker yang menyediakan likuiditas ke 155 produk ETF di Bursa Efek Jepang.
Adapun asset under management (AUM) ETF Jepang per Februari 2021 mencapai US$580 miliar dan mengalami peningkatan signifikan dalam tiga tahun terakhir.
"Perkembangan liquidity provider membaik, outlook-nya kemungkinan meningkat seiring peminat ETF di Jepang yang sudah ada sejak 1995," kata Kei pada acara ETFest 2021 yang diselenggarakan PT Indo Premier Sekuritas, Sabtu (12/6/2021).
Dia mengakui banyak tantangan saat Bursa Efek Jepang mulai memasarkan ETF untuk pertama kali. Insentif yang ditawarkan untuk menarik investor saat itu yakni keringanan pajak dan kemudahan akses informasi.
Kei menyebutkan, untuk mendongkrak kesadaran investor mengenai ETF, pihaknya membentuk website khusus untuk warga menggali informasi mengenai produk tersebut. Ketika market making scheme diperkenalkan pada 2018, ETF menjadi semakin mudah digunakan.
Bicara mengenai kelebihan produk ini, Kei mengatakan baik untuk investor profesional maupun ritel, ETF menawarkan biaya rendah dibandingkan instrumen lain.
Selain itu, kemudahan akses juga menjadi keunggulan. Dengam ETF, investor dapat menempatkan dananya di kelas aset yang beragam dari seluruh dunia dengan cara yang sama seperti saham diperdagangkan.
Selanjutnya, ETF juga cocok bagi investor yang ingin mendiversifikasi investasinya, sehingga dapat diterapkan untuk jangka pendek maupun jangka panjang.