Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Variatif, Nikkei Menguat, Kospi Memerah

Indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang terpantau menguat 0,36 persen dan 0,06 persen, sedangkan indeks Shanghai Composite naik 0,21 persen. Di sisi lain, indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,03 persen.
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia bergerak variatif pada awal perdagangan hari ini, Senin (7/6/2021) setelah bursa AS menguat pekan lalu menyusul rilis data penggajian bulan Mei.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang terpantau menguat 0,36 persen dan 0,06 persen, sedangkan indeks Shanghai Composite naik 0,21 persen. Di sisi lain, indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,03 persen.

Bursa saham AS menguat pekan lalu setelah data penggajian nonpertanian atau nonfarm payroll meredakan kekhawatiran bahwa ekonomi yang berjalan terlalu panas dan memicu lonjakan inflasi.

Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja AS, data tenaga kerja nonpertanian (nonfarm payroll) meningkat pada 559.000 bulan lalu setelah direvisi naik 278.000 pada April.

Data ini lebih rendah dari median perkiraan dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom yang memproyeksikan 675.000. Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 5,8 persen, sedangkan tingkat partisipasi tenaga kerja sedikit berubah.

Pada hari ini, kontrak S&P Futures melemah 0,14 persen sedangkan Down Jones turun 0,09 persen. Adapun indeks S&P 500 dan Dow Jones pekan lalu menguat masing-masing 0,88 persen dan 0,52 persen.

Investor terus menilai apakah tekanan harga akan menyebabkan bank sentral AS Federal Reserve akan melakukan pengetatan moneter lebih awal dari yang diperkirakan secara umum.

Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan Presiden Joe Biden akan terus melanjutkan rencana pengeluarannya bahkan hal tersebut memicu inflasi yang berlanjut hingga tahun depan. Ia mengatakan lingkungan suku bunga yang "sedikit lebih tinggi" akan menjadi "nilai tambah."

Sementara itu, Bitcoin diperdagangkan sekitar US$36.000 setelah melemah selama akhir pekan di tengah tindakan keras otoritas China terhadap aset kripto.

Kepala investasi dan ekonom AMP Capital Shane Oliver mengatakan kenaikan nonfarm payroll yang sedikit lebih rendah dari perkiraan mungkin tidak akan mengubah pemikiran The Fed.

“Tetapi kenaikan inflasi yang kemungkinan akan dilaporkan pada hari Kamis akan lebih memacu pembicaraan mengenai tapering," ungkap Oliver, seperti dikutip Bloomberg, Senin (7/6/2021).

Sementara itu, negara-negara G7 menyepakati kesepakatan penting yang dapat membantu negara-negara mengumpulkan lebih banyak pajak dari perusahaan-perusahaan besar dan memungkinkan pemerintah untuk mengenakan pungutan pada raksasa teknologi AS seperti Amazon.com Inc. dan Facebook Inc.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper