Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Diprediksi Melemah, Penguatan Yuan Memudar

Mata uang yuan mengalami kemunduran setelah China memaksa bank untuk menyimpan lebih banyak mata uang asing sebagai cadangan untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.
Investor mengamati papan perdagangan saham di sebuah kantor perusahaan sekuritas di Shanghai, China./ Qilai Shen - Bloomberg
Investor mengamati papan perdagangan saham di sebuah kantor perusahaan sekuritas di Shanghai, China./ Qilai Shen - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia diprediksi mengalami pelemahan pada pembukaan Selasa (1/6/2021), menyusul kontrak berjangka AS yang tergelincir karena para investor menunggu data pekerjaan utama Amerika akhir pekan ini, yang membantu mengukur prospek ekonomi.

Melansir Bloomberg, Selasa (1/6/2021), kontrak saham menurun di Jepang, Australia dan Hong Kong. Kontrak berjangka S&P 500 dan Nasdaq 100 turun tipis setelah hari libur di AS. 

Mata uang yuan mengalami kemunduran setelah China memaksa bank untuk menyimpan lebih banyak mata uang asing sebagai cadangan untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade. Hal tersebut menjadi langkah paling substansial untuk mengendalikan mata uang yang melonjak.

Sementara itu, harga minyak terpantau naik karena OPEC dan sekutunya memperkirakan bahwa persediaan akan turun tajam tahun ini jika kelompok tersebut tetap pada rencananya saat ini. 

Kemudian emas mengalami kenaikan bulanan terbesar sejak Juli 2020 dan sebagian besar logam industri juga mengalami kenaikan.

Di Australia, bank sentral diharapkan tidak mengubah pengaturan kebijakan yang longgar. Namun mungkin semakin dekat dengan keputusan apakah ekonomi cukup kuat untuk bergabung dengan Kanada dan Selandia Baru yang menandakan langkah menjauh dari stimulus darurat.

Di sisi lain, saham global memulai bulan baru di dekat rekor tertinggi, didukung oleh pemulihan ekonomi dari pandemi dan likuiditas yang cukup dari stimulus berkelanjutan. 

Namun, masih ada kekhawatiran bahwa kenaikan tekanan harga dapat mendorong bank sentral untuk menarik dukungan lebih awal dari yang diantisipasi.

"Kami yakin pasar terlalu dini dalam mengurangi perdagangan reflasi hanya karena beberapa komoditas dan imbal hasil US Treasury telah mengalami koreksi," tulis Eric Robertsen, kepala strategi di Standard Chartered Bank, dikutip dari Bloomberg, Selasa (1/6/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper