Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak melonjak setelah turun tiga hari beruntun pada akhir perdagangan Sabtu (22/5/2021), dipicu badai di Teluk Meksiko.
Kendati demikian, harga minyak mencatat penurunan mingguan karena investor bersiap untuk kembalinya pasokan minyak mentah Iran setelah negara itu dan kekuatan dunia membuat kemajuan kesepakatan nuklir.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli naik US$1,33 atau 2,0 persen, menjadi ditutup pada US466,44 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berakhir di US$63,54 dolar AS per barel, naik US$1,64 atau 2,65 persen.
Untuk minggu ini, kontrak berjangka minyak mentah AS merosot 2,7 persen, sementara minyak mentah berjangka Brent anjlok 3,3 persen, berdasarkan kontrak bulan depan.
Sistem cuaca yang terbentuk di bagian barat Teluk Meksiko memiliki peluang 40 persen menjadi topan dalam 48 jam ke depan, kata Pusat Badai Nasional AS (NHC), Jumat (21/5/2021).
"Badai awal ini mendorong pedagang untuk membeli minyak mentah menjelang akhir pekan untuk mengantisipasi potensi penutupan produksi," kata Analis Senior di Price Futures Group di Chicago Phil Flynn.
Baca Juga
Namun, kenaikan dibatasi oleh ekspektasi bahwa Iran dapat menambah satu juta atau lebih barel produksi minyak per hari akhir musim panas ini. Kedua kontrak turun pada minggu ini, setelah Presiden Iran Hassan Rouhani, mengatakan Amerika Serikat siap untuk mencabut sanksi pada sektor minyak, perbankan, dan pengiriman negaranya.
Perusahaan energi AS menambahkan rig minyak dan gas alam untuk minggu keempat berturut-turut karena harga minyak yang lebih tinggi mendorong beberapa pembor untuk kembali ke sumur.
Jumlah rig minyak dan gas, indikator awal produksi di waktu mendatang, naik dua rig menjadi 455 rig dalam seminggu hingga 21 Mei, tertinggi sejak April 2020, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co dalam laporan yang diikuti secara cermat pada Jumat (21/5/2021).
Iran dan kekuatan dunia telah dalam pembicaraan sejak April untuk menghidupkan kembali kesepakatan 2015 dan pejabat Uni Eropa yang memimpin diskusi mengatakan pada Rabu (19/5/2021) bahwa dia yakin kesepakatan akan tercapai.
Namun, investor tetap optimis tentang pemulihan permintaan bahan bakar musim panas ini karena program vaksinasi di Eropa dan Amerika Serikat akan memungkinkan lebih banyak orang untuk bepergian, meskipun meningkatnya kasus di seluruh Asia meningkatkan kekhawatiran.
Spekulasi harga minyak dapat naik di atas US$100 untuk kontrak Brent Desember 2021 telah melonjak setelah data inflasi AS yang sangat kuat minggu lalu, dengan minat terbuka pada calls option hampir tiga kali lipat pada Mei, kata analis JPMorgan. Perkiraan bank untuk Brent hingga akhir 2021 pada 74 dolar AS.
Untuk mencapai US$100, permintaan perlu rata-rata di atas 102,6 juta barel per hari pada kuartal ketiga dan tumbuh menjadi 103,6 juta barel per hari pada kuartal keempat, kata JPMorgan, dengan tidak adanya respons pasokan OPEC+ tambahan. Diperkirakan produksi minyak mentah dan kondensat Iran akan naik menjadi 3,2 juta barel per hari pada Desember, dari sekitar 2,8 juta barel per hari pada kuartal pertama.
Barclays memperkirakan harga minyak Brent dan WTI rata-rata US466 per barel dan US$62 per barel, tahun ini. Bank memangkas perkiraan permintaan untuk kawasan Emerging Markets Asia (kecuali China), menandai risiko penurunan lebih lanjut jika lonjakan infeksi baru-baru ini berlanjut.
"Pembatasan mobilitas yang diperpanjang di kawasan itu mungkin agak memperlambat pemulihan permintaan, tetapi tampaknya tidak mungkin menghentikannya untuk jangka waktu yang berkelanjutan, mengingat sebagian besar hasil positif dari program vaksinasi di seluruh dunia," katanya.