Bisnis.com, JAKARTA — Saham Asia semakin terpuruk dan berada di posisi belakang, dibandingkan bursa global lainnya. Tekanan di Bursa Asia disebabkan oleh kebangkitan kasus Covid-19 di seluruh wilayah dan meningkatnya kekhawatiran investor atas inflasi.
Seperti dilansir dari Bloomberg, Sabtu (15/5/2021), MSCI Asia Pacific Index merosot 3,2 persen minggu ini, dan turun 2,7 persen sepanjang bulan berjalan.
Kinerja tersebut merupakan yang terburuk sejak Maret 2020 silam, ketika pasar mengalami pukulan terbesar dari pandemi. Di sisi lain, tolok ukur regional juga mengikuti ukuran terluas dari ekuitas global MSCI selama empat bulan berturut-turut
Para pengamat pasar dan analis memaparkan sejumlah alasan mengapa kinerja buruk ini berpotensi terus berlanjut, mulai dari inflasi di Amerika Serikat hingga perburukan wabah Covid-19 yang terjadi di berbagai wilayah Asia.
Head of Research di CEB International Inv Corp. Banny Lam mengatakan sentimen yang membayangi pasar Asia belakangan ini jelas tidak positif, yang mana saham di Asia sangat terpengaruh oleh inflasi AS.
“Inflasi ini membuat orang-orang sangat khawatir bahwa AS akan mulai menarik kembali stimulus lebih awal dari diharapkan," katanya seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (15/5/2021)
Baca Juga
Perkembangan pandemi Covid-19 juga menjadi penekan lain bagi investor Asia. Salah satunya terlihat dari indeks acuan Singapura yang jatuh 3,2 persen pada penutupan Jumat kemarin, turun paling dalam di antara bursa Asia lainnya.
Penurunan dipicu oleh pernyataan pemerintah Singapura yang akan kembali menerapkan lockdown seperti tahun lalu untuk menahan peningkatan jumlah infeksi virus yang tidak dapat dilacak.
Di saat yang sama, India, Jepang, dan negara Asia Tenggara lainnya juga menghadapi lonjakan kasus baru dan pengetatan pembatasan, dengan program vaksinasi yang relatif lambat dan penundaan pembukaan kembali perbatasan menambah kekhawatiran bagi investor.
Head of Asia Research Bank Julius Baer & Co. Mark Matthews mengatakan negara-negara di Asia ini harus memiliki program vaksinasi yang kuat untuk dapat kembali membuka diri pada dunia dan bergabung dengan pemulihan global.
“Sayangnya, sebagian besar Asia belum memiliki program vaksinasi yang sangat kuat," ujar Matthews.
Setelah memimpin kenaikan ekuitas global pada 2020 lalu, kinerja bursa Asia berbalik merosot dan berada di bawah AS dan Eropa pada tahun 2021 ini, utamanya tertekan oleh aksi jual besar-besaran oleh investor.