Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Terkoreksi, Reksa Dana Pendapatan Tetap Masih Prospektif

Reksa dana pendapatan tetap menorehkan kinerja positif sepanjang bulan April dengan kenaikan 1,25 persen.
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Reksa dana pendapatan tetap masih dapat menjadi instrumen pilihan bagi investor seiring dengan potensi keuntungan yang bisa didapatkan.

Berdasarkan data Infovesta Utama, pada penutupan periode 22—30 April 2021 tiga jenis reksa dana membukukan imbal hasil yang negatif. Reksa dana campuran memimpin dengan imbal hasil -0,14 persen secara mingguan.

Kemudian, imbal hasil reksa dana pendapatan tetap juga tercatat turun 0,10 persen diikuti oleh reksa dana saham yang mencatatkan penurunan mingguan sebesar 0,09 persen.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan sepanjang pekan lalu, harga obligasi sempat naik mengikuti tren penurunan kembali yield obligasi AS (US Treasury). Meski demikian, hal ini tidak diikuti oleh penguatan pada reksa dana pendapatan tetap.

“Maraknya kasus baru covid di India membuat investor khawatir ini dapat masuk ke Indonesia . Hal ini membuat membuat harga obligasi turun tipis,” katanya saat dihubungi pada Selasa (4/5/2021).

Meski demikian, Wawan memaparkan performa reksa dana pendapatan tetap menorehkan kinerja positif sepanjang bulan April dengan kenaikan 1,25 persen. Hal tersebut didukung oleh tingkat imbal hasil obligasi tenor 10 tahun yang kembali turun.

Ia menjelaskan, tingkat imbal hasil obligasi 10 tahun Amerika Serikat dan Indonesia sepanjang bulan April turun sebesar 6,70 persen ke level 1,63 persen dan turun 4,92 persen ke level 6,48 persen.

Total kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) sepanjang bulan April hingga 28 April juga mencatatkan kenaikan cukup signifikan sebesar Rp30,17 triliun.

Penguatan kinerja reksa dana pendapatan juga tidak lepas dari dukungan Bank Sentral yang mempertahankan kembali tingkat suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo selama 3 bulan berturut-turut di level 3,5 persen serta Credit Default Swap (CDS) 5 Years Indonesia turun ke level 77,07 sepanjang bulan April atau turun 11,96 poin.

“Indikator ini menandakan persepsi risiko terhadap obligasi Indonesia kian menurun,” jelasnya.

Dari sisi data ekonomi, IHS Markit Indonesia Manufacturing PMI naik ke rekor tertinggi baru 54,6 pada April 2021 dari 53,2 pada Maret. Pada pekan ini, investor juga akan mengamati rilis data inflasi dan Pertumbuhan Produk Domestik bruto (PDB) kuartal I 2021 yang diperkirakan masih mengalami kontraksi sebesar 0,1 persen.

Oleh karena itu, menurut Wawan reksa dana pendapatan tetap masih menarik untuk dilirik. Saat ini yield SUN Indonesia dengan tenor 10 tahun masih berada di 6,4 persen, atau masih cukup tinggi diatas imbal hasil wajar yang seharusnya dibawah 6 persen.

“Artinya, potensi harga naik sangat mungkin terutama bila program vaksinasi dan pertumbuhan ekonomi dapat membaik, target tahun ini masih 7 persen hingga 7,5 persen,” paparnya.

Meski demikian, Wawan juga mengingatkan kepada investor untuk mengamati potensi capital inflow oleh investor asing. Hal tersebut katanya dipengaruhi oleh sentimen seperti data makro ekonomi dan progres vaksinasi Indonesia.

Wawan melanjutkan, investasi pada reksa dana pendapatan tetap masih sangat disarankan untuk investor moderat dengan timeframe investasi 3 tahun. Ia merekomendasikan alokasi investasi dengan strategi 5-3-2.

“Sebanyak 50 persen pada aset berbasis obligasi, 30 persen pada pasar uang dan 20 persen sisanya pada reksa dana berbasis saham,” kata Wawan.

Sementara itu, Data dari Otoritas Jasa Keuangan hingga akhir Maret 2021 menyebutkan, dana kelolaan reksa dana pendapatan tetap ada di posisi Rp139,12 triliun, sedikit menyusut dibanding akhir 2020 yang mencapai Rp139,15 triliun.

Namun, secara tahunan reksa dana berbasis obligasi ini konsisten mencatat pertumbuhan dana kelolaan setidaknya 3 tahun terakhir. Dana kelolaan reksa dana pendapatan tetap di akhir 2020 tumbuh 15,03 persen dari posisi akhir 2019 yang sebesar Rp120,97 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper