Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Goldman dan PineBridge Melihat Tekanan Terhadap Rupiah Berlanjut

Goldman Sachs Group Inc. mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS dan penguatan dolar akan terus merugikan aset Indonesia dalam waktu dekat, sementara PineBridge Investments Asia Ltd. mengatakan rupiah akan terus merosot karena risk-off perdagangan global.
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (3/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (3/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menilai rupiah 'sangat undervalued' menyusul penurunan dua bulan terakhir.

Bank investasi dan pengelola uang memprediksi kerugian lebih lanjut akan menghantui rupiah.

Goldman Sachs Group Inc. mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS dan penguatan dolar yang berpotensi berlanjut akan terus merugikan aset Indonesia dalam waktu dekat, sementara PineBridge Investments Asia Ltd. mengatakan rupiah akan terus merosot karena risk-off perdagangan global dan ketika dana luar negeri membawa pulang dividen.

Loomis Sayles Investment Asia Pte. menilai bearish rupiah dipicu situasi Covid-19.

Rupiah telah merosot 3,7 persen tahun ini, pemain terburuk di Asia yang sedang berkembang setelah baht Thailand karena melonjaknya imbal hasil AS telah menyebabkan arus keluar dana dari aset pasar berkembang.

Mata uang merosot ke level terendah lima bulan di Rp14.620 per dolar AS pada hari Senin (12/4/2021), sebelum ditutup pada Rp14.595 per dolar AS.

"Rupiah adalah salah satu yang paling rentan di antara mata uang pasar berkembang berimbal hasil tinggi di bawah sentimen risk-off," kata Arthur Lau, Kepala Pendapatan Tetap Asia ex-Jepang di PineBridge di Hong Kong.

"Dalam beberapa bulan mendatang, kami memperkirakan pelemahan rupiah akan tetap ada karena dividen musiman dan repatriasi kupon pada April-Mei dan impor musiman yang lebih tinggi pada kuartal kedua."

Mata uang Indonesia dipandang sebagai penentu risiko di negara berkembang Asia karena kepemilikan asing yang relatif tinggi atas aset lokal dan perekonomiannya yang umumnya terbuka.

Penurunan rupiah yang berkepanjangan menunjukkan ada pergeseran yang lebih dalam dari negara-negara berkembang daripada hanya kemunduran dari lonjakan likuiditas tahun lalu.

“Salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan investor dalam beberapa minggu terakhir adalah apakah sudah waktunya untuk membeli penurunan di pasar lokal Indonesia?” tulis analis Goldman Sachs yang dipimpin oleh Zach Pandl dalam sebuah catatan riset bulan ini.

“Jawabannya adalah 'belum', dalam pandangan kami.”

Goldman mengatakan analisisnya menunjukkan obligasi Indonesia belum berada di wilayah yang murah, dan data AS yang kuat menunjukkan ada potensi imbal hasil Treasury yang lebih tinggi, yang akan semakin negatif untuk aset negara Asia.

Bank Indonesia melihat rupiah rebound karena inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang membaik. Sementara itu, pembuat kebijakan akan berupaya untuk menstabilkan mata uang tersebut sesuai dengan fundamentalnya, ujar Deputi Gubernur Dody Budi Waluyo pekan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper