Bisnis.com, JAKARTA - Hasan Zein Mahmud, Direktur Utama Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode pertama (1991-1996) menyoroti relaksasi aturan kelonggaran waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menurutnya, kebijakan tersebut justru menciderai asas tata kelola perusahaan yang baik dari perusahaan tercatat di lantai bursa.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kelonggaran tenggat waktu bagi lembaga jasa keuangan nonbank atau LJKNB dalam menyampaikan laporan tahunan 2020 selama satu bulan.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat OJK nomor S-6/D.05/2021 tentang Perubahan Batas Waktu Penyampaian Laporan LJKNB dalam Masa Keadaan Darurat Bencana Nonalam Covid-19.
Adapun, menurut Hasan, hingga minggu kedua April masih banyak perusahaan publik yang belum menyampaikan laporan tahunan 2020.
Menurutnya, dispensasi dan kelonggaran yang diberikan harusnya hanya sebatas aktivitas bisnis perusahaan, bukan tata kelola.
Baca Juga
Dia menilai bantuan restrukturisasi modal, bantuan pemasaran, bantuan memperoleh bahan mentah, bantuan melancarkan rantai pasok, hingga keringanan pajak justru akan memberikan dampak yang baik.
Namun demikian bantuan berupa kelonggaran menyangkut kualitas tata kelola justru akan memberikan dampak yang buruk.
"Seharusnya hal ini [penyampaian laporan keuangan] bukan kompromi. Ini terkait dengan kualitas transparansi. Bukan kelonggaran pada ruang integritas dan rule of conducts. Bukan pemberian ruang pada hanky panky," sebutnya dalam keterangan resminya, Minggu (11/4/2021).
Dia berpandangan, keterlambatan menyampaikan laporan yang diperlukan publik untuk mengambil keputusan, merupakan indikator tata kelola yang buruk.
Menurutnya pasar keuangan seharusnya memiliki pondasi tegak pada kepercayaan dan kepercayaan tegak pada pondasi kejujuran.
"Informasi harus cukup, terpercaya dan tepat waktu. Info yang terlambat, bisa berakibat fatal," katanya.
Dia berpendapat hal ini bagaikan info tentang rel kereta putus yang terlambat disampaikan kepada masinis kereta yang sedang melaju.
Dia juga mengibaratkan fenomena tersebut layaknya keterlambatan info tentang kanker yang sudah masuk stadium tingkat gawat.
"Keterlambatan informasi publik tentang kondisi riil Jiwasraya, Asabri dan manajer investasi yang mengelola dana masyarakat secara serampangan. Keterlambatan pemadam kebakaran setelah api menghanguskan segalanya," sebutnya.