Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi kembali anjlok menyusul rencana pemerintah China untuk memperluas pemangkasan produksi baja untuk mengontrol polusi yang menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek permintaan dari negara tersebut
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (22/3/2020), harga bijih besi berjangka di Singapura terpantau turun hingga 4,8 persen ke level US$148,65 per ton hingga pukul 12.24 waktu setempat. Sementara itu, harga bijih besi di Dalian Commodity Exchange (DCE) juga terkoreksi 6,32 persen ke level US$1.000 per ton.
Koreksi harga bijih besi disebabkan oleh rencana China yang akan memperluas pembatasan produksi baja pada sejumlah wilayah produsen utama. Sebagai informasi, bijih besi merupakan salah satu bahan baku pembuatan baja.
Rencana pemangkasan lebih lanjut yang dicanangkan China semakin menambah kekhawatiran pelaku pasar terhadap penurunan permintaan bijih besi. Selain itu, jumlah cadangan bijih besi pada pelabuhan di China juga melonjak ke level tertinggi sejak Mei 2019 lalu.
Laporan lembaga riset Mysteel menyebutkan, Kota Tangshan yang merupakan salah satu produsen baja utama di China akan membatasi produksi pada sejumlah pabrik hingga akhir 2021. Hal ini merupakan upaya pemerintah China untuk mencapai emisi karbon 0 pada 2060 mendatang.
Sementara itu, laporan China International Capital Corporation Hong Kong Securities Ltd atau CICC mengatakan, langkan Tangshan mengindikasikan niat pemerintah China untuk mempreluas kebijakan lingkungannya pada industri baja di tahun 2021.
Baca Juga
“Jumlah pasokan baja secara keseluruhan tidak dapat meningkat dalam jangka panjang,” demikian kutipan laporan tersebut.
CICC juga menambahkan, siklus ekspansi pasokan baja di Negeri Panda tersebut juga berakhir lebih cepat dibandingkan perkiraan sebelumnya. Hal tersebut terjadi ditengah upaya penurunan output yang tengah dilakukan.
“Jarak antara pasokan dan permintaan bijih besi akan menyempit secara signifikan seiring dengan prospek menurunnya produksi baja dari China,” tulis CCIC dalam laporannya.