Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) membukukan laba bersih US$146,93 juta pada 2020 atau sekitar Rp2,07 triliun.
Dalam laporan keuangan per Desember 2020, manajemen ADRO menuliskan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$146,93 juta. Nilai laba bersih itu anjlok 63,65 persen year on year (yoy) dari laba bersih 2019 sejumlah US$404,19 juta.
Sementara itu, laba inti Adaro tahun 2020 mencapai US$405 juta, atau merosot 36 persen secara yoy akibat penurunan profitabilitas. Laba inti dihitung dengan tidak memasukkan komponen akuntansi non operasional setelah pajak.
"Yang di antaranya terdiri dari amortisasi properti pertambangan, rugi penurunan nilai properti pertambangan, rugi derivatif instrumen keuangan, rugi penurunan nilai wajar investasi pada perusahaan patungan, penilaian pajak tahun sebelumnya, dan biaya dekomisioning," papar manajemen ADRO dalam keterangan resmi, Kamis (4/3/2021).
Adaro membukukan pendapatan usaha sebesar US$2,53 miliar atau sekitar Rp35,07 triliun. Raihan itu turun 27 persen dari tahun 2019 sebesar US$3,46 miliar, terutama karena penurunan 18 persen pada harga jual rata-rata (ASP) dan penurunan 9 oersen pada volume penjualan batu bara.
Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy Garibaldi Thohir menyampaikan perusahaan mencatat penurunan 6 persen pada volume produksi menjadi 54,53 juta ton, atau sedikit lebih tinggi daripada panduan tahun 2020 yang telah direvisi menjadi 52 juta - 54 juta ton.
Baca Juga
Kondisi makro dan industri yang sulit akibat pandemi COVID-19 memberikan tekanan yang besar terhadap permintaan batu bara dan harga batu bara global pada tahun 2020.
"Walaupun pemulihan ekonomi diperkirakan akan berdampak positif terhadap batu bara, Adaro terus berfokus pada keunggulan operasional dan langkah-langkah efisiensi, dan tetap berhati-hati karena masih adanya faktor ketidakpastian," jelasnya.
Dari sisi EBITDA operasional turun 27 persen menjadi US$883 juta pada tahun 2020, atau sedikit lebih tinggi daripada panduan EBITDA operasional tahun 2020 yang ditetapkan pada kisaran US$600 juta - US$800 juta.
Marjin EBITDA operasional tetap sehat sebesar 35 persen karena perusahaan terus meningkatkan efisiensi operasional dan pengendalian biaya di tengah penurunan penurunan harga batu bara.
"Selain itu, kontribusi dari bisnis non pertambangan batu bara Adaro memberikan dukungan laba di tengah kondisi yang sulit ini," imbuh Boy Thohir.