Bisnis.com, JAKARTA - Emiten petrokimia, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. masih terus melakukan pemilihan investor proyek Chandra Asri Perkasa II (CAP II). Proyek ini merupakan pengembangan pabrik baru milik perseroan dan diestimasi menelan biaya hingga US$5 miliar
Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi mengatakan bahwa proses pemilihan investor untuk proyek CAP II masih terus berjalan hingga saat ini.
“Targetnya sedikit kami geser menjadi tahun 2022, paling tidak di separuh tahun itu berjalan,” ujar Suryandi dalam konferensi pers pada Kamis (4/2/2021).
Suryandi menegaskan pengembangan CAP II akan tetap berjalan secara optimal. Selain itu, proses pemilihan akan tetap dilakukan secara komprehensif.
Untuk diketahui, proses pemilihan investor strategis berlangsung sebelum tahap Keputusan Investasi Final atau Final Investment Decision. Tahap FID ini diharapkan selesai pada 2022.
FID merupakan tahapan dalam perencanaan proyek yang mana perusahaan mulai melakukan pembangunan proyek, memesan alat dan barang untuk konstruksi, menunjuk kontraktor mitra, dan sebagainya.
Baca Juga
Proyek CAP merupakan pengembangan pabrik baru milik emiten berkode saham TPIA itu yang akan dibangun di Cilegon di atas lahan seluas 200 hektare. Per Mei 2020, pembebasan lahan telah mencapai 90 persen. Adapun, proyek CAP II membutuhkan investasi hingga US$5 miliar atau setara dengan Rp69,39 triliun (asumsi kurs Rp13.878 per dolar AS).
Selain itu, perusahaan juga mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure sebesar US$65 juta untuk tahun ini. Head of Investor Relations TPIA, Harry Tamin mengatakan, jumlah anggaran tersebut merupakan estimasi awal dan dapat bertambah tergantung keadaan perekonomian global dan domestik.
“Kami akan tetap hati-hati membelanjakan dana tersebut. Bersamaan dengan hal itu, kami terus memantau kondisi perekonomian agar dapat menentukan strategi yang tepat,” jelasnya.
Harry menjelaskan, sebagian dana tersebut akan digunakan untuk memaksimalkan operasional pabrik CAP I guna menjaga kinerja perusahaan. Sementara, sebagian lainnya juga akan digunakan untuk mendanai proyek CAP II.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, emiten berkode saham TPIA itu mencatatkan pendapatan US$1,8 miliar pada 2020. Pencapaian itu turun 3,93 persen dibandingkan dengan perolehan 2019 sebesar US$1,88 miliar.
Penurunan itu disebabkan oleh harga jual rata-rata yang lebih rendah di semua produk menjadi US$813 per ton dibandingkan dengan US$968 per ton pada 2019.
Kendati pendapatan turun, TPIA berhasil mencetak laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar US$51,35 juta, melesat 124,4 persen daripada perolehan 2019 sebesar US$22,88 juta.