Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sentimen Eksternal Jadi Pemicu Kelesuan Rupiah

tren pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS salah satunya disebabkan oleh prospek pemulhan ekonomi global yang semakin jelas.
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi disebabkan oleh sentimen eksternal yang membebani katais positif dari dalam negeri.

Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (2/3/2021), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 70 poin atau 0,49 persen ke level Rp14.325 per dolar AS.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, sentimen dari dalam negeri sebenarnya sangat mendukung  penguatan nilai rupiah. Salah satu katalis positif adalah pemberian insentif di sektor properti dan otomotif untuk memicu daya beli masyarakat.

Hal ini juga didukung oleh kebijakan dari Bank Indonesia (BI) yang mengeluarkan ketentuan DP 0 persen untuk Kredit Kepemilikan Rumah atau KPR atau cicilan untuk mobil. Kebijakan tersebut juga dinilai tepat sasaran mengingat dampak pandemi virus corona yang signifikan terhadap sektor properti dan otomotif.

“Dari dalam negeri sangat bagus sentimennya, tetapi hal ini terhapus karena kuatnya katalis dari eksternal,” ujarnya saat dihubungi pada Selasa (2/3/2021).

Ibrahim memaparkan, tren pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS salah satunya disebabkan oleh prospek pemulhan ekonomi global yang semakin jelas. Hal tersebut terlihat dari data pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di Eropa dan AS yang menunjukkan hasil positif.

Selain itu, pelaku pasar juga tengah menanti kucuran paket stimulus dari AS setelah lolos dari lantai DPR AS. Mereka akan menunggu hasil pemungutan suara terkait realisasi stimulus ini pada pertengahan Maret 2021.

“Sentimen ini yang memicu penguatan dolar AS dan naiknya yield obligasi AS, sehingga mata uang emerging market seperti Indonesia bergerak melemah,” tuturnya.

Ibrahim melanjutkan, potensi penguatan nilai rupiah pada 2021 masih cukup terbuka. Menurutnya, apabila paket stimulus dari AS berhasil disahkan pada pertengahan Maret ini, hal tersebut akan berimbas pada pelemahan dolar AS karen kenaikan jumlah uang yang beredar.

Selain itu, kucuran stimulus tersebut juga akan melemahkan tingkat imbal hasil obligasi AS. Hal ini akan memicu para investor untuk beralih ke negara-negara emerging market seperti Indonesia yang kemudian akan menguatkan nilai tukar rupiah.

“Setelah stimulus cair, dolar AS akan melemah. Setelah itu, barulah nilai rupiah akan kembali bergerak positif,” tambahnya.

Ibrahim memprediksi, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang 2021 akan berada di kisaran Rp13.500 hingga Rp14.800.

Secara terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, penyebab masih melemahnya nilai tukar di awal tahun ini tidak terlepas dari beragam sentimen internal dan eksternal.

Dari dalam negeri, pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan masih belum optimalmya penangangan Covid-19 sehingga berdampak pada potensi pemulihan ekonomi yang berjalan lebih lambat.

Sementara, dari luar negeri, konsolidasi dari pemerintahan AS di bawah menjadikan arah kebijakan negara tersebut belum pasti, meskipun arah sentimen terhadap pemerintahan Presiden Joe Biden masih relatif positif.

Menurut Yusuf, prospek penguatan nilai rupiah sepanjang tahun 2021 masih terbuka. Hal tersebut sejalan dengan kemajuan penanganan pandemi virus corona yang akan berimbas pada peningkatan mobilitas.

Selain itu, dampak stimulus kebijakan juga mulai menunjukkan hasilnya. Ia menuturkan, petumbuhan eekonomi di beberapa negara, seperti AS dan Eropa, mulai menunjukkan perbaikan.

“Bahkan ekonomi China mulai tumbuh positif. Perbaikan ekonomi global akan mendorong peningkatan volume perdagangan dunia dan harga komoditas,” katanya.

Yusuf melanjutkan, tekanan di pasar keuangan global juga mulai menurun seiring dengan ekspektasi positif terhadap prospek perekonomian. Hal ini ditopang oleh mulai dijalankannya distribusi baksin virus corona ke seluruh dunia.

Selain itu, tingkat likuiditas global yang besar serta tren suku bunga rendah juga akan memicu penguatan rupiah dalam beberapa waktu ke depan.Hal ini juga ditambah dengan pergerakan nilai dolar AS yang mulai menunjukkan pelemahan.

Kondisi tersebut, lanjut Yusuf, akan mendorong aliran modal global kembali masuk ke negara berkembang secara perlahan dan menopang penguatan nilai tukarnya, termasuk di Indonesia.

 “Rentang nilai tukar hingga akhir tahun kemungkinan berada di level Rp13.800 hingga Rp14.000,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper