Bisnis.com, JAKARTA – Harga jagung berjangka bertahan di zona hijau, mendekati level tertinggi sejak 2013 seiring dengan prospek peningkatan pembelian dari China, di tengah tekanan pasokan akibat cuaca.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (8/2/2021) hingga pukul 15.43 WIB harga jagung di bursa Chicago untuk kontrak Maret 2021 berada di posisi US$0,549 per bushel, naik 0,18 persen, level tertinggi lebih dari 5 tahun.
Sepanjang tahun berjalan 2021, harga jagung telah menguat hingga 13,53 persen.
Ahli Strategi Pertanian Commonwealth Bank of Australia Tobin Gorey mengatakan bahwa pasar agrikultur tengah menanti rilis perkiraan Kementerian Pertanian Amerika Serikat (USDA) terkait pasokan dan permintaan komoditas sektor itu.
USDA dapat merevisi perkiraan pasokan dan permintaan China untuk biji-bijian pakan agar lebih konsisten dengan pembelian besar-besaran Negeri Panda itu.
Untuk diketahui, belum lama ini China membeli jagung dalam jumlah yang sangat besar di pasar dunia untuk memberi makan ternak babi dan untuk memasok industri pati dan pemanis. Adapun, jumlah itu menjadi rekor baru bagi pembelian jagung oleh China, konsumen utama jagung di dunia.
USDA pun diproyeksi mengurangi perkiraan stok jagung dan kedelai lebih dari 10 persen. Pasokan yang menipis akan menjadi katalis positif, karena menjadi tanda bahwa China masih melakukan pembelian besar-besaran.
“Oleh karena itu, teka-teki pakan China akan terus berlanjut menjadi masalah dominan bagi pasar jagung,” papar Gorey seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (8/2/2021).
Sebagai informasi, pada 2019 pembelian jagung oleh China sempat tersendat seiring dengan flu babi yang memusnahkan hampir seluruh kawanan babi di China sehingga pembelian jagung sebagai pakan ternak berkurang.
Selain itu, perang dagang antara AS dan China juga menekan pasar jagung dunia.
CEO Archer-Daniels-Midland Co. Juan Luciano mengatakan China akan mengimpor 25 juta ton jagung dari berbagai negara. Adapun, Ukraina diketahui sebagai pemasok jagung terbesar ke China.
Menurutnya, persediaan dan cadangan jagung yang ada di China jauh lebih rendah daripada apa yang dilaporkan pasar. Pasalnya, Negeri Bambu tersebut kini tengah menggenjot kembali persediaan babi ternak mereka.
“Jadi kami pikir dalam beberapa tahun ke depan kita akan terus melihat peningkatan minat China akan komoditas satu ini,” papar dia.
Di sisi lain, hujan dengan intensitas tinggi telah turun di beberapa bagian Brasil, salah satu produsen utama jagung dunia, sehingga menunda panen di beberapa tempat.
Sementara itu, cuaca yang lebih kering akan mengurangi kelembaban di beberapa daerah di Argentina juga akan menjadi penekan pasokan jagung.