Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengungkapkan kinerja pendapatannya sepanjang 2020 akan mengalami penurunan yang dalam. Namun, upaya efisiensi yang telah ditempuh diharapkan bisa membuat kinerja perseroan terjaga di tahun ini.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan masih menghadapi penurunan pendapatan yang cukup dalam jika dibandingkan dengan 2019. Dia bercerita perkembangan jumlah penumpang mulai bertumbuh 38 persen dari Oktober ke November 2020 dan sudah mengangkut di atas 1 juta penumpang. Desember pun terjadi peningkatan berkaitan dengan libur Natal dan Tahun Baru.
"Kami lagi finalisasi angkanya. Pada 2020 tahun yang sangat berat buat Garuda dari segi finansial nanti kami laporkan. Kami akan mengalami penurunan [pendapatan] yang dalam," ujarnya, Selasa (19/1/2021).
Menurutnya yang terpenting sepanjang 2020 di kala pandemi Covid-19 emiten berkode GIAA tersebut mengalami perbaikan pendapatan yang signifikan. Kendati, hasil akhirnya masih di bawah harapan.
Irfan menjelaskan sepanjang menghadapi pandemi ini, GIAA telah mengalami peningkatan jumlah penumpang dan pendapatan, serta penghematan dari sisi pengeluaran dan biaya.
"Saya juga sampaikan, kami berhasil negosiasi dengan lessor dan penghematan ini mendekati US$15 juta dalam sebulan. Kami menghemat US$172 juta dalam setahun. Ini akan ada implikasi di 2021," katanya.
Baca Juga
Dia berharap pendapatannya dapat mendekati 50 persen dari sebelum pandemi Covid-19. Apalagi menghadapi Januari cukup menantang karena di awal tahun merupakan low season bagi aktivitas maskapai.
Di sisi lain, pendapatan perseroan dari aktivitas kargo dan carter pesawat masih meningkat walaupun belum dapat menutupi kehilangan dari aktivitas penumpang.
"November kami tumbuh 12 persen kargonya, 24.000--25.000 ton kami angkut. Ini akan terus kami lakukan, speed of recovery sangat penting. Kami akan diskusi dengan regulator, agar suasana industri itu kondusif tanpa perlu mengorbankan sisi kesehatan," paparnya.
Saat ini GIAA tengah berupaya menggeser porsi pendapatannya dari yang 80 persen penumpang dan 20 persen kargo udara menjadi 70 persen penumpang dan 30 persen kargo udara.
"Maka kami lakukan aktivitas baru di kargo, kami kerja sama dengan pemerintah daerah, menyediakan khusus untuk ekspor. Ada penerbangan dari Manado ke Tokyo, dari Makassar ke Singapura, dari Denpasar ke Hongkong," urainya.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2020, perseroan mengalami rugi bersih sebesar US$1,07 miliar atau Rp16,03 triliun. Posisi tersebut berbanding terbalik dibandingkan catatan pada kuartal III/2019 saat GIAA meraup laba bersih US$122,42 juta.
Di sisi lain, total pendapatan Garuda Indonesia pun mencapai US$1,13 miliar per September 2020 atau Rp16,98 triliun, turun dari US$3,54 miliar pada kuartal III/2019.