Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup pada posisi melemah pada perdagangan awal pekan ini Senin (21/12/2020), mengikuti tren yang terjadi di pasar Asia
Berdasarkan Bloomberg pada Senin (23/12/2020), nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau berada di posisi Rp14.130 per dolar AS, melemah 0.14 persen atau 20 poin dibandingkan dengan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama menguat 0,46 persen ke posisi 90,42 hingga pukul 16.13 WIB.
Pun, pada perdagangan sebelumnya, Jumat (18/12/2020), mata uang garuda di pasar spot ditutup melemah 0,02 persen atau 2,5 poin ke level Rp14.110 per dolar AS sedang indeks dolar AS terpantau menguat 0,16 persen ke level 89,966.
Tren pelemahan rupiah nyatanya memang terjadi pada semua mata uang utama Asia pada perdagangan awal pekan ini.
Hingga pukul 16.17 WIB, semua mata uang Asia terdepresiasi atas dolar AS dipimpin pelemahannya oleh mata uang baht Thailand dengan koreksi 0,69 persen. Pelemahan baht Thailand juga disusul oleh dolar Singapura yang terkoreksi 0,53 persen.
Baca Juga
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin mengatakan sejumlah risiko yang membayangi pergerakan rupiah memaksa Bank Indonesia (BI) untuk menahan tingkat suku bunga acuan.
“Risiko-risiko yang kami maksud adalah naiknya jumlah kasus harian COVID-19 di Indonesia, usaha lebih lanjut dari pemerintah untuk mengambil kontrol atas BI melalui omnibus law sektor keuangan, serta kecenderungan dari rupiah itu sendiri untuk melemah pada bulan Desember,” jelas Anthony dalam riset hariannya, Jumat (18/12/2020).
Seiring dengan ekspektasi sekuritas bahwa objektif BI ke depannya akan berfokus pada mempertahankan apresiasi rupiah yang sudah diraih dalam 2 bulan terakhir di tahun 2020, pihaknya memproyeksikan tingkat suku bunga acuan akan kembali dipertahankan pada bulan Januari.
Terlepas dari proyeksi sekuritas bahwa tingkat suku bunga acuan akan ditahan, sebelumnya pihaknya memang sudah berpendapat bahwa data ekonomi yang dirilis baru-baru ini bisa membuka ruang bagi BI untuk melakukan pemangkasan.
Sebagai contoh, indeks keyakinan konsumen dan penjualan barang-barang ritel di bulan November masih lemah, sejalan dengan ground check yang tim riset Mirae Asset Sekuritas lakukan pada pertengahan bulan November.
“Dalam ground check tersebut, kami mendapati bahwa kepercayaan diri dan daya beli dari masyarakat kelas menengah-atas relatif kuat, sementara untuk masyarakat kelas menengah-bawah relatif lemah,” sambungnya.
Seluruh data ekonomi yang sudah dirilis sejauh ini untuk periode kuartal kuartal keempat 2020 telah membuat sekuritas percaya bahwa kontraksi ekonomi pada kuartal ini akan mencapai 1,75 persen secara tahunan, lebih dalam dari konsensus yakni sebesar 1,2 persen secara tahunan.
Sebagai informasi, BI memutuskan untuk mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate di level 3,75 persen, sesuai dengan proyeksi dari konsensus dan sekuritas.
Terlepas dari keputusannya untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan, BI terus meningkatkan kepemilikannya atas obligasi pemerintah sebagai bagian dari usahanya untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.