Bisnis.com, JAKARTA — Tren penerbitan surat utang korporasi berubah sepanjang 2020. Salah satu yang paling drastis adalah perubahan pola penerbitan dari perusahaan sektor keuangan.
Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) per 30 November 2020, nilai penerbitan surat utang korporasi nasional mencapai Rp84,45 triliun. Menyusut dari total penerbitan pada 2019 yang mencapai Rp120,96 triliun.
Dari jumlah tersebut, 52,8 persen atau Rp44,56 triliun berasal dari sektor noninstitusi keuangan, sedangkan 47,2 persen sisanya atau Rp39,89 persen berasal dari sektor keuangan.
Hal ini merupakan yang pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, yang mana biasanya sektor keuangan mendominasi penerbitan surat utang korporasi. Bahkan, sejak 2015 lalu porsi penerbitan obligasi institusi keuangan tidak pernah kurang dari 56 persen.
Sebagai perbandingan, pada 2019 lalu nilai penerbitan dari sektor keuangan mencapai Rp91,43 triliun atau 62,4 persen dari total nilai penerbitan 2019 yang mencapai Rp120,96 triliun.
Jika dikerucutkan berdasarkan industri, terlihat penerbitan surat utang korporasi dari lembaga keuangan khusus anjlok dari Rp31,37 triliun menjdi Rp8,9 triliun. Pun, dua industri sektor keuangan yakni perbankan dan multifinance menyusut drastis.
Selama periode 11 bulan tahun 2020, nilai penerbitan surat utang perusahaan perbankan baru sekitar Rp7,88 triliun, jauh berkurang dibanding nilai penerbitan sepanjang 2019 lalu yang mencapai Rp24,28 triliun.
Begitu pula dengan industri multifinance atau pembiayaan. Dalam periode yang sama nilai penerbitan obligasi perusahaan multifinance susut jadi Rp14,01 triliun dari sebelumnya Rp14,01 triliun.
Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra mengatakan penurunan nilai penerbitan surat utang perusahaan perbankan tak terlepas dari pertumbuhan kredit yang sangat rendah sehingga bank kebanjiran likuditas dan tidak bermasalah dengan permodalan.
“Likuiditas mereka sangat kuat jadi tidak membutuhkan tambahan likuiditas dari surat utang,” kata Saldyadi dalam Pefindo Media Forum yang diadakan, Kamis (17/12/2020)
Tak jauh berbeda, dia menilai industri multifinance juga tengah mengalami pertumbuhan pembiayaan yang rendah tahun ini yang berdampak pada pertumbuhan aset yang juga rendah sehingga kebutuhan pendanaan pun ikut menyusut.
“Dengan kata lain mereka hanya [menerbitkan surat utang untuk] melakukan refinancing saja, tidak untuk mendukung pertumbuhan pembiayaan mereka,” tuturnya.