Bisnis.com, JAKARTA — Proyeksi positif terkait kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun depan terus bermunculan jelang akhir tahun. Dalam salah satu skenario terbaik atau bull case, indeks disebut bisa naik hingga level 7.000.
Kepala Divisi Riset Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya memperkirakan IHSG akan terus mempertahankan kinerja baiknya sepanjang Desember dengan target akhir tahun di level 5.900. Pun, kinerja positif indeks komposit disebut akan langgeng hingga tahun depan.
“IHSG untuk 2021 big tren-nya akan naik,” kata Hariyanto dalam webinar Prospek Ekonomi 2021, Selasa (8/12/2020).
Lebih lanjut Hariyanto menjelaskan pihaknya memasang target IHSG untuk skenasio dasar (base case) bisa mencapai level 6.880 pada akhir 2021 atau naik sekitar 17 persen dari perkiraan posisi akhir 2020.
Skenario ini berdasarkan asumsi pendapatan dari emiten IHSG dapat bertumbuh 25 persen year on year (yoy) pada 2021 dan tumbuh 16 persen yoy pada 2022. Ditambah dengan tren inflow asing yang terus berlanjut ke pasar negara berkembang termasuk Indonesia.
Selanjutnya, untuk skenario yang lebih optimistis (bull case) dia menyebut indeks komposit berpeluang menutup tahun depan di level 7.150 atau sekitar 21 persen potensi upside.
“Ini bisa terjadi jika earnings IHSG tumbuh kembali ke level prapandemi dan realisasi Omnibus Law dalam mendorong investasi langsung dari asing itu lebih cepat dari ekspektasi,” kata Hariyanto.
Pada skenario paling atas tersebut, diasumsikan pertumbuhan pendapatan emiten IHSG dapat mencapai 30 persen yoy pada 2021 dan 16 yoy pada 2022. Pun, PE ratio IHSG bisa menyentuh 16.5x.
Sementara untuk skenario terburuk (bear case) IHSG diproyeksi hanya mampu mencapai level 5.150 di akhir 2021 atau 12 persen downside potensial. Ditekan oleh pertumbuhan laba yang hanya sekitar 10,5 persen pada 2021 dan 16 persen pada 2022.
Kondisi terburuk ini bisa terjadi jika pandemi ternyata berlangsung lebih lama dari perkiraan sehingga membuat pertumbuhan laba emiten lesu dan asing kembali melakukan capital outflow dari pasar saham Indonesia.
“Tapi potensial keterjadiannya relatif rendah yaitu sekitar 15 persen,” pungkas Hariyanto.
Hariyanto mengatakan capital inflow diperkirakan masih berlanjut mengingat jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kinerja tahun berjalan indeks komposit Indonesia masih mencetak kinerja negatif sehingga terbilang masih atraktif bagi investor.
“Ini tentu menarik bagi global investor yang ingin mencari effective return apalagi kalau lihat dari valuasi indeks IHSG masih murah,” tutur dia.