Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah masih sulit menembus level di bawah Rp14.000, meskipun telah banyak katalis positif yang membuat laju pergerakannya menguat beberapa hari terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (4/12/2020), rupiah parkir di level Rp14.105 per dolar AS menguat 0,25 persen atau 35 poin jika dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama melemah 0,1 persen atau 0,013 poin ke posisi 90,701 pada penutupan perdagangan pekan ini.
Indeks dolar AS berada terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir. Sepanjang tahun berjalan, indeks turun 5,9 persen.
Pada perdagangan hari tersebut, mayoritas mata uang Asia memang ditutup menguat yang dipimpin oleh won Korea Selatan dengan apresiasi sebesar 1,34 persen.
Sementara, mata uang yen Jepang terpantau menjadi yang terlemah di antara semua mata uang Asia dengan depresiasi sebesar 0,32 persen
Baca Juga
Sepanjang tiga bulan terakhir, rupiah memang sudah menguat 4,39 persen, tetapi mata uang Garuda belum bisa menembus level di bawah Rp14.000.
Padahal pada awal Juni, rupiah sempat bergerak di kisaran level Rp13.800 per dolar AS, setelah sempat terpuruk ke level Rp16.500 pada akhir Maret lalu. Kendati demikian, secara year to date, rupiah memang masih terdepresiasi 1,83 persen.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan apresiasi rupiah selama beberapa hari terakhir pada awal Desember ini, memang tidak terlepas dari sentimen positif di pasar keuangan dalam negeri.
“Sentimen pertama tentu level PMI (Purchasing Managers Index) yang kembali ke level ekspansif, setelah 2 bulan sebelumnya mengalami kontraktif,” ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (4/12/2020).
Sentimen positif kedua, lanjutnyam berasal dari inflasi yang relatif meningkat dibandingkan 2 bulan sebelumnya. Kedua indikasi tersebut dinilainya menunjukkan peningkatan permintaan pada ekonomi.
Dia menuturkan salah satu keuntungan nilai tukar yang stabil ialah memberikan ruang gerak yang leluasa bagi Bank Indonesia (BI) dalam mengambil kebijakan moneter. Jika leluasa, BI juga bisa lebih optimal dalam mendorong pemulihan ekonomi.
“Masalah kenapa belum bisa berasa di bawah level 14.000, karena titik keseimbangannya masih di level ini,” sambungnya.
Yusuf menuturkan nilai fundamental ekonomi masih hanya bisa men-support rupiah ke level Rp14.000. Untuk itu, dia menilai, agar rupiah bisa menembus level ke level dibawah Rp14.000, sentimen penggeraknya juga harus banyak semisal pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan penyelesaian kasus Covid-19 yang lebih cepat.