Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Sentuh Level Terendah dalam Dua Setengah Tahun Terakhir

Para pakar memproyeksikan penurunan 5 persen-10 persen terhadap dolar hingga 2021 karena Fed membiarkan ekonomi AS bertahan di posisi kritis.
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (25/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (25/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Dolar AS sedikit melemah di akhir perdagangan pada Jumat (4/12/2020), setelah data menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja di negeri paman sam itu melambat bulan lalu.

Indeks Spot Dolar Bloomberg merosot 0,1 persen menjadi 1,129,43, terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir.

Pada akhir perdagangan di New York, euro turun menjadi US$1,2136 dari US$1,2141 pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi US$1,3442 dari US$1,3449 dolar AS pada sesi sebelumnya. Adapun Dolar Australia turun menjadi US$0,7437 dari US$0,7445.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa ekonomi AS menyaring 245.000 pekerjaan baru pada bulan November, setelah direvisi turun 610.000 pada bulan Oktober, jauh di bawah perkiraan konsensus Dow Jones sebesar 440.000.

Tingkat pengangguran turun tipis menjadi 6,7% dari 6,9% di bulan Oktober, secara kasar sejalan dengan ekspektasi.

Para ahli memperkirakan angka-angka tersebut mengindikasikan pasar tenaga kerja AS dan ekonomi goyah dalam menghadapi pandemi yang melonjak.

Kombinasi kemajuan vaksin, kemenangan pemilihan AS Joe Biden, kemungkinan paket bantuan virus corona dari Washington, dan komitmen Federal Reserve untuk mempertahankan sikap kebijakan moneter akomodatifnya yang belum pernah terjadi sebelumnya telah menghasilkan ekspektasi untuk direfleksikan pada tahun 2021.

Refleksi perdagangan ini telah menyebabkan analis memproyeksikan momentum penurunan lebih lanjut untuk dolar.

"Kami memperkirakan penurunan 5 persen-10 persen terhadap dolar hingga 2021 karena Fed membiarkan ekonomi AS bertahan di posisi kritis," kata kepala ekonom ING Carsten Brzeski dalam catatan penelitian yang dirilis Kamis (4/12), dikutip Sabtu (5/12/2020).

Brzeski menggarisbawahi bahwa pemenang besar sejauh ini adalah mata uang "beta" yang tinggi, atau mata uang yang lebih tidak stabil, termasuk krone Norwegia, dolar Selandia Baru, dan real Brasil.

Sementara penurunan dolar yang luas dan reli pasar ekuitas cenderung akan melambat mulai dari sekarang, ekonom pasar senior Capital Economics, Jonas Goltermann, optimistis hubungan terbalik yang kuat kemungkinan akan bertahan.

"Pergerakan relatif bulan lalu konsisten dengan korelasi antara ekuitas dan dolar yang diamati tahun ini, yang berada di sekitar level terkuatnya sejak periode pasca krisis keuangan global (GFC)," kata Goltermann dalam sebuah catatan yang dirilis Kamis.

Dia mencatat bahwa pergeseran selera risiko menjadi semakin terkait dengan kinerja dolar sejak permulaan pandemi, dengan suku bunga kebijakan dan imbal hasil obligasi pemerintah relatif stabil pada tingkat rendah di sebagian besar dunia, sebuah tren yang serupa dengan yang terjadi pada periode pasca GFC.

Kondisi ini baru berubah setelah setelah 'Taper Tantrum' pada 2013 dan hubungan antara selera terhadap risiko dan dolar kemudian melemah lebih lanjut karena pengetatan Fed membayangi, Goltermann menambahkan.

"Taper Tantrum" adalah periode kepanikan reaksioner dari investor setelah mengetahui bahwa The Fed menghentikan program pelonggaran kuantitatifnya, dan mengakibatkan lonjakan tiba-tiba dalam imbal hasil Treasury AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper