Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bangun Jalan Tol, Apa Untungnya bagi Gudang Garam (GGRM)?

Emiten rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) semakin agresif menggarap bisnis infrastruktur seperti tol dan bandara.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi (kiri) dan Direktur PT Gudang Garam Tbk. Istata T. Siddharta menandatangani nota kesepahaman rencana kerja sama pengusahaan Bandara Dhoho Kediri di Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi (kiri) dan Direktur PT Gudang Garam Tbk. Istata T. Siddharta menandatangani nota kesepahaman rencana kerja sama pengusahaan Bandara Dhoho Kediri di Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA – Langkah ekspansif emiten rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) menjajal lini bisnis infrastruktur mulai terlihat agresif selama beberapa bulan belakangan.

Terakhir, emiten berkode saham GGRM tersebut menambah modal ke anak usahanya, PT Surya Kerta Agung (SKA) yang sebelumnya sebesar Rp500 miliar menjadi Rp3 triliun dan modal ditempatkan dan disetor yang semula sebesar Rp500 miliar menjadi sebesar Rp1 triliun.

Sebagai informasi, SKA adalah perusahaan bentukan Gudang Garam yang memang didirikan dengan tujuan bergerak di bidang infrastruktur. Perusahaan baru ini akan menggarap pembangunan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan jalan raya baik tol dan perlengkapannya.

Pada awal November ini, GGRM juga mengumumkan pembentukan cucu usaha bernama PT Surya Kertaagung Toll (SKT) yang didirikan di bawah SKA dan berkedudukan di Kediri.

Sekretaris Perusahaan Gudang Garam Heru Budiman mengatakan bahwa pendirian SKT adalah untuk memperluas bidang usaha perseroan di bidang konstruksi seperti peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan jalan, jalan raya dan tol, serta jembatan dan jalan layang.

Selain itu, bidang usaha SKT juga tidak terbatas pada kegiatan pembangunan, peningkatan, pemeliharaan, penunjang, pelengkap, dan perlengkapan infrastruktur tersebut di atas.

“Serta pemasangan bangunan prafabrikasi yang utamanya dari beton untuk konstruksi jalan dan jalan rel sebagai bagian dari pekerjaan yang tercakup dalam konstruksi bangunan sipil dan biasanya dikerjakan atas dasar subkontrak,” jelas Heru.

Pertanyaannya, untuk apa GGRM membangun jalan tol? Apa untungnya GGRM membangun jalan tol? Bukannya lini bisnis infrastruktur sama sekali bukan core business GGRM?

Untuk menjawab hal tersebut, mari kita kembali melihat apa yang terjadi pada awal tahun ini.

Tepat pada Februari 2020 lalu, GGRM mengumumkan kerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang kebandaraan yakni PT Angkasa Pura I (Persero) dalam rangka ekspansi jaringan pengelolaan bandara internasional Dhoho di Kediri, Jawa Timur.

Direktur Gudang Garam, Istata Taswin Siddharta menyatakan nilai investasi emiten berkode saham GGRM tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana Rp6 miliar hingga Rp9 miliar yang ditanggung penuh oleh perseroan.

“Kita sendiri masih mengerjakan detailnya, kira-kira akan habis berapa (dana investasi). Tapi saya yakin keperluan dana yang harus kita keluarkan tahun ini akan bisa di-cover dari dana internal,” ujar Istata saat ditemui di acara penandatanganan MoU perseroan bersama PT Angkasa Pura I, di Jakarta pada Selasa (10/2/2020).

Pengumuman tersebut bukan hanya isapan jempol belaka, GGRM benar-benar merealisasikan pelaksanaan ground breaking bandara yang berlokasi di Kediri, Jawa Timur pada bulan April 2020, tepat saat pandemi Covid-19 menyebar dengan liarnya di tanah air.

Bandara ini, diharapkan perseroan, bisa melayani masyarakat khususnya di Kediri dan sekitarnya, dan sebagai salah satu bandar udara alternatif di Jawa Timur.

Perseroan menaruh harapan bahwa bandara ini dapat berkontribusi dalam upaya mempercepat pembangunan dan pengembangan daerah Kediri dan sekitarnya. Oleh karena itu, pembangunan bandara ini dianggap perseroan sebagai investasi jangka panjang secara nasional.

Lalu setelah membangun bandara, mengapa juga harus menjajal bisnis jalan tol?

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan pembangunan jalan tol sebenarnya lebih menyasar pada program jangka panjang perseroan.

Disebutkannya, pembangunan jalan tol diprediksinya hanya untuk tujuan melengkapi sinergi dengan pendirian bandara Dhoho di Kediri sehingga kecil sekali kemungkinan bahwa perseroan akan menggarap lini bisnis jalan tol di luar wilayah Kediri secara khusus, atau Jawa Timur secara luas.

“Kalau ditanya seberapa besar impact-nya, satu atau tiga tahun relatif masih sulit untuk menggambarkan. Cuma ya kita nggak tahu mungkin di tahun kedua mereka lebih agresif lagi,” ungkapnya.

Hal ini didukung oleh pernyataan manajemen Gudang Garam pada Februari lalu yang melihat proyek ini sebagai investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan kontribusi untuk daerah dan negara secara menyeluruh. Manajemen sendiri tidak berharap penuh terhadap return of investment untuk proyek tersebut.

Meski tidak mengharapkan keuntungan, Direktur Gudang Garam Istata menyatakan proyek investasi ini adalah perwujudan Proyek Strategis Nasional.

“Kita tidak optimis bahwa (return of investment) ini akan di atas 10 persen, karena ini bukan proyek komersial. Kita punya misi dan visi untuk pengembangan nasional juga, jadi bukan pure bisnis,” ujarnya saat ditemui dalam acara penandatanganan MoU dengan PT Angkasa Pura I (Persero) di Jakarta pada Selasa (10/3/2020).

Perseroan menyebutkan konsesi sampai saat ini masih diskusikan karena skema yang dipakai adalah dengan pola BOT (build-operate-transfer). Setelah konsesi selesai, proyek kemudian akan diserahkan ke pemerintah.

“Dengan kerangka seperti itu kita mengharapkan masa konsesi yang cukup panjang karena bagaimanapun kita ada hitung-hitungannya. Nggak harus untung, tapi kalau boleh jangan rugi terlalu banyak,” sambungnya.

Alfred menilai perusahaan swasta memang menunggu komitmen pemerintah dalam upaya mengembangkan lini bisnis konstruksi.

Dijelaskannya, dalam periode kepemimpinan Presiden Jokowi pada 2014 hingga 2015, pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur yang cukup tinggi.

Sehingga, jika pada periode kedua kepemimpinan Jokowi, belanja infrastruktur tetap diprioritaskan maka terbuka peluang bagi perusahaan swasta untuk lebih agresif menggarapnya.

Dengan adanya proyek pemerintah, lanjutnya, biaya investasi yang akan digelontorkan oleh perusahaan swasta diperkirakan akan lebih murah.

Kinerja Penjualan Rokok

Lebih lanjut, Alfred mengatakan kecil sekali kemungkinan bagi GGRM untuk meninggalkan bisnis utamanya yakni produksi dan penjualan rokok ke depannya. Bahkan, dia menekankan bahwa prediksi lini bisnis selain non rokok akan berkontribusi signifikan dalam jangka panjang bagi GGRM terkesan tidak mungkin.

Dia menilai dalam evaluasi 5 hingga 10 tahun terakhir, bisnis rokok memang selalu dibayangi oleh sentimen negatif seperti upaya pemerintah untuk mengurangi konsumsi rokok melalui pembatasan iklan hingga kenaikan cukai rokok.

Karenanya, memang penting bagi perseroan, menurut Alfred, untuk melakukan diversifikasi usaha dalam jangka panjang.

Alfred sendiri merekomendasikan beli saham GGRM dengan target harga Rp52.200 dengan mempertimbangkan price to earning ratio pada 2021 sebesar 12 kali.

Dilihat dari kinerja keuangannya, GGRM mencatatkan penurunan laba bersih kendati pendapatannya bertumbuh hingga kuartal ketiga tahun ini.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan per September 2020, perseroan membukukan penurunan laba bersih sebesar 22,03 persen secara tahunan menjadi Rp5,65 triliun.

Meskipun demikian, pendapatan perseroan meningkat tipis 2,02 persen menjadi Rp83,37 triliun hingga periode akhir kuartal ketiga tahun ini.

Usut punya usut, penurunan laba bersih tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya pokok penjualan sebesar 6,68 persen secara tahunan menjadi Rp70,39 triliun.

Mirae Asset Sekuritas berharap pelonggaran PSBB di daerah perkotaan dan pedesaan dapat meningkatkan volume penjualan rokok perseroan mengingat adanya ekspektasi pemulihan ekonomi.

Pemulihan ini diperkirakan akan meningkatkan volume penjualan rokok industri sebesar 3 persen secara keseluruhan pada 2021.

Analis Mirae Asset Sekuritas mengasumsikan kenaikan tarif cukai hasil tembakau untuk pemain tier-1 seperti GGRM adalah sekitar 10 persen.

Penyederhanaan lapisan tarif cukai dinilai Christine juga akan menguntungkan pemain besar sehingga akan menciptakan kondisi pasar yang lebih kompetitif.

Dengan demikian, Christine merekomendasikan trading buy saham GGRM dengan target harga Rp52.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper