Bisnis.com, JAKARTA - Korea Selatan mengeluarkan tanda-tanda bahaya gelembung alias bubble di bursa saham setelah kalangan milenial di negara itu mulai 'kecanduan' investasi saham.
Dilansir dari Bloomberg, arus investasi dari kalangan milenial di Korea Selatan meledak sejak wabah virus corona merebak. Banyak waktu luang dan uang menganggur membuat milenial bertaruh di pasar saham.
Kepala Sekretaris Kebijakan Negara Korea Selatan Kim Sang-jo mengatakan tanda-tanda gelembung di pasar saham muncul karena dipicu likuiditas berlebih.
Secara umum, bubble atau gelembung terjadi saat harga aset naik secara ekstrem akibat spekulasi tanpa didukung fundamental ekonomi.
"Investor perorangan dengan pengetahuan investasi yang kurang dapat menderita kerugian di masa depan," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (13/11/2020).
Komentar Sang-jo menyusul pernyataan anggota parlemen dari partai berkuasa, Hong Sungkook tentang kinerja saham preferen Ssangyong Cement Industrial Co baru baru ini.
Baca Juga
Saham emiten semen tersebut naik 137 persen pada Oktober, bahkan setelah perusahaan mengumumkan rencana untuk menghapus saham preferen lewat aksi buyback.
Perdagangan saham biasa perusahaan telah dihentikan sejak Rabu, ketika saham preferen berhenti diperdagangkan.
Untuk diketahui, indeks saham acuan Kospi dalam periode tahun berjalan telah naik 13 persen. Indeks Kospi juga naik 70 persen dari posisi terendah sejak Maret 2020. Kapitalisasi pasar saham Korea Selatan kini telah mencapai US$1,8 triliun.
Saat ini, sektiar 65 persen perdagangan saham di lantai bursa Korea Selatan berasal dari investor milenial. Mereka menunjukkan kecenderungan untuk menghadapi risiko, termasuk membeli saham berkapitalisasi kecil dan saham preferen.
Saham preferen memberikan dividen lebih tinggi ketimbang saham biasa. Namun, jenis saham ini tidak memberikan hak suara kepada pemegangnya.
Saham preferen yang bergerak anomali dari saham biasa seperti Ssangyong Cement bukan pertama kali terjadi di bursa Korea Selatan. Spekulasi juga terjadi pada saham Frenzy Ritel yang mana saham preferen perusahaan tersebut naik 1.270 persen.
Anggota parlemen Hong, mantan CEO broker Seoul Mirae Asset Daewoo Co., merasa prihatin karena investor ritel berbondong-bondong memborong saham-saham preferen yang harganya bisa mencapai 50 kali lipat dari saham biasa.
Dia khawatir para investor ritel bakal dimanfaatkan oleh para spekulan yang mencoba memanipulasi saham preferen. Dia menduga, investor ritel yang bergabung di pasar saham tahun ini tampaknya memiliki pengetahuan yang sangat dangkal di bidang keuangan.
"Jika suku bunga tetap rendah seperti sekarang, harga yang tidak rasional seperti ini dapat mendistorsi seluruh pasar saham," ujarnya.