Bisnis.com, JAKARTA — Tren suku bunga rendah yang terjadi tahun ini disebut-sebut sebagai salah satu pendorong kenaikan penjualan surat berharga negara (SBN) ritel.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, hingga akhir Oktober ini pemerintah telah menerbitkan lima SBN ritel yakni seri SBR009, ST012, ST013, ORI017 dan ORI018.
Adapun, akumulasi nilai pemesanan kelima SBN ritel tersebut mencapai Rp71,36 triliun. Seri SR013 menjadi yang paling banyak dipesan dengan jumlah pemesanan yang ditetapkan Rp25,67 triliun.
Realisasi tersebut jauh melampaui total pemesanan SBN ritel pada 2019 yang sebesar Rp49,70 triliun. Padahal tahun lalu pemerintah lebih getol menerbitkan instrumen ritel yakni hingga 10 seri.
CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula mengatakan tingginya animo masyarakat terhadap instrumen surat utang ritel salah satunya karena SBN ritel menawarkan imbal hasil yang terbilang menarik di tengah tren suku bunga rendah.
Dia menuturkan, sepanjang tahun ini Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga sebanyak 100 bps secara bertahap menjadi 4 persen. Ini kemudian berpengaruh kepada bunga deposito yang ditawarkan oleh perbankan juga ikut turun.
Baca Juga
Hal ini juga ditambah dengan adanya kemungkinan BI kembali memangkas suku bunga acuan. Di lain pihak, likuiditas di perbankan saat ini masih tinggi sehingga dengan atau tanpa pemangkasan suku bunga acuan, bunga deposito pun tetap berpotensi terus turun.
“Itu menggerakkan investor ritel untuk cepat-cepat lock in selagi ada bunga menarik. Mereka membeli SBN ritel agar bisa lock in yield yang pasti untuk tenor 2-3 tahun ke depan,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (29/10/2020)
Ezra menilai masyarakat cenderung mencari instrumen investasi yang aman di tengah pandemi, tapi tetap ingin imbal hasil yang menarik. Sehingga, SBN ritel menjadi alternatif pilihan apalagi banyak yang seri yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
“Mengingat kondisi ekonomi yang masih banyak ketidakpastian, investor lebih fokus ke instrumen yang lebih konservatif, lebih likuid. Yang dirasa paling aman ya di surat utang pemerintah karena dijamin,” tutur dia.