Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Rokok Berharap Pemerintah Bijak Menetapkan Tarif Cukai

Tarif cukai akan memengaruhi kinerja emiten rokok, terutama tier satu seperti PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM).
Penjual melayani pembeli rokok di Jakarta, Rabu (19/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja
Penjual melayani pembeli rokok di Jakarta, Rabu (19/9/2018)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Tarik menarik proses penetapan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan menyebabkan ketidakpastian proyeksi pendapatan bagi emiten rokok.

Hal ini terlebih memberatkan emiten rokok tier satu terbukti dari performa emiten rokok seperti PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang melambat hingga paruh pertama tahun ini.

Kabarnya, kinerja keuangan yang melemah tersebut disebabkan tidaknya disiplin harga yakni gap antara kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price yang semakin melebar antara produsen rokok tier satu dibandingkan dengan harga rokok yang diproduksi perusahaan rokok tier 2.

Dalam paparan publik perseroan akhir Agustus lalu, manajemen GGRM menyatakan sampai saat ini perseroan belum memiliki data ataupun kepastian mengenai kenaikan tarif cukai untuk tahun 2021.

“Apabila kenaikan beban cukai tidak dapat diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga tentunya akan menggerus keuntungan,” tutur manajemen.

Sementara itu, penyerapan kenaikan harga akan bergantung pada pertumbuhan daya beli konsumen sehingga apabila daya beli konsumen tetap lemah bisa mengakibatkan penurunan volume.

Senada, Presiden Direktur HM Sampoerna Mindaugas Trumpaitis mengatakan terlalu awal bagi perseroan untuk memprediksi kenaikan tarif cukai rokok pada tahun ini.

Pihaknya pun menyadari menyadari bahwa pemerintah membutuhkan pemasukan untuk bertahan di kondisi COVID ini.

“Hal yang terpenting adalah berapa kenaikan cukai untuk setiap kategori rokok. Ini sangat penting untuk menghadirkan kesetaraan bisnis,” ungkap Mindaugas.

Segmen sigaret kretek tangan (SKT), lanjutnya, melindungi sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan hal ini dianggap penting bagi perseroan.

Disebutkannya, untuk memproduksi 1 miliar batang rokok segmen SKT membutuhkan 2.700 pekerja, sedangkan untuk memproduksi jumlah yang sama pada kategori rokok mesin hanya membutuhkan 21 pekerja.

“Jadi, untuk melindungi ketenagakerjaan, kami menganjurkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menaikan tarif cukai terutama untuk kategori rokok SKT,” tambahnya.

Dihubungi dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Utama Indonesian Tobacco Djonny Saksono mengatakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) belum akan berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan perseroan ke depannya.

“Kalau bagi kami hampir tidak ada pengaruhnya [kenaikan CHT],” ungkapnya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Djonny menjelaskan produk perseroan sendiri adalah tembakau iris yang berbeda dengan rokok pada umumnya.

“Produk kami pun beda atau niche market tersendiri, kami tidak bersaing head to head dengan pabrik rokok,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper