Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

World Bank Revisi Naik Perkiraan Harga Minyak 2020-2021

Bank Dunia memprediksi harga minyak mencapai rata-rata harga US$41 per barel pada 2020 sebelum akhirnya naik menjadi US$44 per barel pada 2021.
Pengeboran minyak lepas pantai. Bloomberg
Pengeboran minyak lepas pantai. Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia merevisi naik perkiraan harga minyak untuk tahun ini dan 2021 seiring dengan pemulihan harga secara bertahap yang sudah terjadi sejak kuartal III/2020.

Mengutip laporan Commodity Markets Outlook Oktober 2020 yang dirilis Kamis (22/10/2020), Bank Dunia memprediksi harga minyak mencapai rata-rata harga US$41 per barel pada 2020 sebelum akhirnya naik menjadi US$44 per barel pada 2021.

Proyeksi itu naik dari perkiraan April 2020 sebesar US$35 per barel untuk tahun ini dan US$42 per barel untuk rata-rata pada 2021.

Adapun, perubahan perkiraan harga itu juga sejalan dengan rebound pemulihan harga yang sudah hampir dua kali lipat menjadi rata-rata US$40 per barel pada September 2020 dari level terendah US$21 per barel pada April. 

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (23/10/2020) harga minyak jenis WTI untuk kontrak Desember 2020 di bursa Nymex parkir di level US$39,85 per barel, terkoreksi 1,94 persen.

Sementara itu, harga minyak jenis Brent di bursa ICE untuk kontrak Desember 2020 berada di level US$41,77 per barel, turun 1,63 persen.

“Revisi perkiraan harga tersebut mengantisipasi pemulihan yang lambat dalam konsumsi, tetapi akan diimbangi dengan penurunan bertahap dalam pembatasan produksi antara  negara negara koalisi OPEC+,” tulis Bank Dunia dalam laporan Commodity Markets Outlook Oktober 2020, Minggu (25/10/2020).

Bank Dunia menjelaskan bahwa kinerja harga komoditas emas hitam itu tampak lebih resilience dibandingkan dengan penurunan harga minyak selama krisis keuangan global 2008-2009.

Kendati penurunan akibat krisis pandemi Covid-19 terjadi sedikit lebih curam hingga sempat diperdagangkan di area negatif, harga minyak berhasil menunjukkan pemulihan yang lebih cepat daripada ekspektasi pasar.

Namun demikian, prospek harga minyak dan komoditas lainnya tetap sangat tidak pasti dan bergantung pada durasi serta tingkat keparahan pandemi Covid-19 di sisa tahun ini, termasuk risiko gelombang kedua yang semakin intensif selama musim dingin di Belahan Bumi Utara. 

Hal tersebut seiring dengan risiko utama dari meningkatnya keparahan pandemi Covid-19 dapat mendorong penerapan kebijakan lockdown kembali di beberapa negara sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi perjalanan.

“Ini akan mempengaruhi permintaan minyak secara signifikan lebih dari komoditas lain,” papar Bank Dunia.

Selain itu, prospek harga minyak juga bergantung terhadap kecepatan pengembangan dan distribusi vaksin Covid-19.

Lebih lanjut, Bank Dunia menjelaskan bahwa konsumsi minyak diperkirakan tetap di bawah tingkat sebelum pandemi hingga 2023.Pasalnya, pandemi Covid-19 telah mengubah perilaku konsumen dan pekerjaan.

Perjalanan udara bisa mengalami pengurangan aktivitas secara permanen, karena perjalanan bisnis dibatasi demi pertemuan jarak jauh, mengurangi permintaan bahan bakar jet.

Peralihan ke bekerja dari rumah dapat mengurangi permintaan bensin, tetapi mungkin sedikit diimbangi dengan peningkatan penggunaan kendaraan pribadi jika orang tetap menolak menggunakan transportasi umum.

Penurunan permintaan oleh Bank Dunia itu pun sejalan dengan proyeksi banyak analis dan periset terbesar dunia, dengan beberapa skenario menunjukkan bahwa permintaan mungkin telah mencapai puncaknya pada 2019.

Beberapa perusahaan minyak pun telah mengumumkan perubahan dalam strategi termasuk pengurangan investasi yang signifikan dalam proyek hidrokarbon baru. Penggunaan energi secara lebih luas diperkirakan semakin bergeser dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan

“Pemulihan dari Covid-19 menawarkan peluang bagi pemerintah banyak negara untuk mengarahkan dana stimulus ke energi hijau dan infrastruktur, walaupun sejauh ini stimulus pemerintah lebih banyak diarahkan ke energi bahan bakar fosil daripada energi bersih,” papar Bank Dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper