Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus AS Belum Jelas, Harga Emas Kembali Amblas

Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember turun 1,29 persen ke posisi US$1.904,6 per troy ounce. Kinerja emas kemarin sekaligus menghentikan reli tiga haru beruntun yang dimulai sejak Senin (19/10/2020).
Emas batangan./bloomberg
Emas batangan./bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas berjangka anjlok pada akhir perdagangan Kamis (22/10/2020) menyusul data pekerjaan Amerika Serikat yang lebih baik. Di samping itu, harga emas juga meredup karena penguatan dolar akibat keraguan atas paket stimulus.

Dilansir dari Antara, kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Desember turun 1,29 persen ke posisi US$1.904,6 per troy ounce. Kinerja emas kemarin sekaligus menghentikan reli tiga haru beruntun yang dimulai sejak Senin (19/10/2020).

"Jumlah klaim pengangguran, yang jauh lebih baik dari yang diperkirakan, menekan emas," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Laporan yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (22/10/2020) menunjukkan klaim pengangguran awal AS turun 55.000 menjadi 787.000 dalam pekan yang berakhir 17 Oktober, lebih baik dari yang diharapkan.

Sementara itu, dolar bangkit kembali dari level terendah tujuh minggu, setelah Presiden Donald Trump menuduh Demokrat tidak mau mencapai kesepakatan tentang rancangan undang-undang bantuan baru virus corona.

Untuk diketahui, emas dipandang sebagai aset aman yang bisa melindungi aset dari inflasi dan penurunan nilai mata uang. Sejak awal tahun, harga emas sudah naik 25 persen.

Fokus sekarang bergeser ke debat presiden AS terakhir antara Trump dan saingan Demokrat Joe Biden pada Kamis malam waktu setempat menjelang pemilihan 3 November.

Harga emas cenderung diperdagangkan ke samping "sampai kita tahu siapa presiden berikutnya," tetapi bisa menembus di atas level 1.950 dolar AS pasca pemilihan, kata Robin Bhar, seorang analis independen.

Bank Wall Street Goldman Sachs, sementara itu, memperkirakan emas pada 2.300 dolar AS per ounce dalam jangka waktu 12 bulan dan mengatakan komoditas kemungkinan menuju pasar bullish tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rivki Maulana
Editor : Rivki Maulana
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper