Bisnis.com, JAKARTA – Penundaan dana yang didapatkan dari aksi korporasi berupa penawaran saham perdana atau initial public offering dianggap masih bisa dimaklumi di kondisi saat ini.
Salah satu contohnya emiten rumah sakit PT Metro Healthcare Indonesia Tbk. (CARE) yang mengakui belum menggunakan dana segar hasil dari aksi korporasi yakni penawaran saham perdana awal tahun 2020.
Berdasarkan catatan Bisnis, perusahaan yang resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada Jumat (13/3/2020) lalu ini menjadi emiten dengan perolehan dana hasil IPO terbesar sepanjang tahun ini yakni sebesar Rp1,1 triliun.
Direktur Utama Metro Healthcare Indonesia Henry Kembaren mengakui bahwa rencana penggunaan dana hasil IPO masih tertunda hingga saat ini. “Berhubung adanya pandemi sejak kami IPO, maka rencana penggunaan hasil IPO masih tertunda, belum didistribusikan,” ungkapnya kepada Bisnis pertengahan September lalu.
Lebih lanjut Henry mengatakan bahwa aksi ekspansi berupa pembangunan rumah sakit di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pun masih terkendala penyelesaian perizinan sampai dengan saat ini.
Menurutnya, dalam perencanaan perseroan, dana yang dibutuhkan untuk pembangunan rumah sakit tersebut beserta pengadaan peralatannya memakan dana hingga Rp300 miliar.
Baca Juga
“Sepertinya proses pembangunan baru bisa dimulai awal tahun depan. Kami berharap di akhir tahun depan seluruh proses pembangunan dapat diselesaikan,” sambungnya.
Di lain pihak, analis Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami Nasr mengatakan secara umum realisasi penundaan proyek atau ekspansi yang awalnya direncanakan perseroan pada masa awal penawaran saham perdana bisa dimaklumi di tengah masa pandemi.
“Karena ketahanan modal dan menjaga arus kas biasanya diutamakan,” ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (16/10/2020).
Penundaan proyek dan ekspansi beberapa perusahaan yang baru melantai ini dinilainya mungkin juga akan berdampak signifikan terhadap kinerja fundamental perseroan pada tahun ini.
Namun, dia menyatakan kinerja perusahaan yang kurang cemerlang memang tidak hanya berdampak pada perusahaan yang baru melantai mengingat berkurangnya permintaan dan perlambatan ekonomi umumnya membuat semua emiten cukup terdampak, kecuali sektor defensif.
“Untuk [emiten] yang menunda ekspansi, dan jika ekspansi tersebut salah satu strategi untuk jadi untung, tentu lebih berdampak lagi [terhadap kinerja keuangan],” sambungnya.
Adapun, dia menilai beberapa emiten yang baru melantai memiliki valuasi yang cukup tinggi seperti contohnya SOHO yang memiliki price-to-earning ratio 39 kali. Sehingga dia menyarankan untuk memanfaatkan momentum price-in untuk pembelian saham beberapa emiten yang baru melantai dengan prospek yang cukup baik ke depannya.
“Untuk SOHO, sudah agak terbatas sih penurunannya. Tapi potensi balik arah [menguat] belum kelihatan,” tutupnya.