Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga saham gabungan berhasil kembali ke level 5.000 dan melanjutkan tren penguatannya terpantik sentimen pengesahan Omnibus Law.
Pada perdagangan Selasa (6/10/2020), indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka di level 5.004,4 dan langsung tancap gas ke level 5.014,129 atau menguat 1,12 persen hingga pukul 09.02 WIB.
Dari keseluruhan konstituen, sebanyak 216 saham berhasil menguat, 35 saham melemah, sedangkan 104 saham lainnya berada di posisi yang sama seperti pada perdagangan sebelumnya.
Transaksi asing mencatatkan net buy hingga Rp6,36 miliar dan tampak mengincar saham-saham perbankan. Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) tampak menjadi sasaran utama net buy asing hingga Rp13,9 miliar dan saham menguat 1,45 persen ke level Rp28.025.
Selain itu, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) juga diincar asing hingga Rp974,4 juta sehingga saham naik 0,95 persen ke level Rp3.190.
Di sisi lain, saham-saham emiten kawasan industri berhasil mengisi jajaran top gainers IHSG pada perdagangan sesi I hari ini.
Baca Juga
Penguatan dipimpin oleh PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) yang naik 4,57 persen ke level Rp224 dan disusul oleh saham PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk. (BEST) yang terapresiasi 3,37 persen ke level Rp184.
Tidak ingin kalah, saham PT Surya Semesta Internusa Tbk. (SSIA) naik 2,69 persen ke level Rp458, dan saham PT Puradelta Lestari Tbk. (DMAS) naik 2,63 persen ke level 234.
Sebelumnya, SVP Research PT Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menuturkan bahwa ekspektasi investor atas dampak positif omnibus law terhadap Indonesia, khususnya dalam menjaring investasi asing berjangka panjang telah menjadi katalis positif penguatan saham. Terlebih, momentum relokasi pabrik dari China ke Asia Tenggara juga diperkirakan akan berdampak positif.
“This will boost FDI [foreign direct investment], neraca perdagangan menjadi positif, mengurangi ketergantungan arus masuk modal melalui pasar modal, dan menstabilkan nilai tukar rupiah,” katanya kepada Bisnis, Senin (5/10/2020).
Menurutnya, dari beragam aturan yang dituangkan dalam beleid tersebut, setidaknya ada dua faktor utama yang akan berdampak positif terhadap penanaman modal asing dan sektor manufaktur. Pertama, penurunan paket pesangon dan pembebasan lahan.
Dia menjelaskan hal ini akan menjadi katalis positif bagi emiten di sektor lahan industri, seperti KIJA, DMAS, SSIA, dan BEST. Selain itu, hal ini akan turut memberi dampak positif terhadap emiten di sektor konstruksi, seperti WIKA dan PTPP.
Janson menilai tak heran investor mulai berjejal masuk ke saham-saham di sektor lahan industri dan konstruksi. Selain memiliki prospek yang menggiurkan dari omnibus law, saham-saham di sektor ini juga memiliki valuasi yang relatif murah.
“Valuasi sektor industrial property masih too cheap, so masih ada room untuk tumbuh secara organik. So buy on weakness on SSIA, DMAS, KIJA, BEST dan to some extent pemain konstruksi seperti WIKA, dan PTPP juga,” katanya.