Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Gelap Harga Minyak Global

Pada perdagangan Senin (28/9/2020) hingga pukul 18.03 WIB harga minyak WTI untuk kontrak November 2020 di bursa Nymex berada di level US$40,49 per barel, menguat 0,6 persen.
Aktivitas di kilang minyak Nasiriyah, Irak./Bloomberg.
Aktivitas di kilang minyak Nasiriyah, Irak./Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Pandangan bearish masih menyelimuti pasar minyak seiring dengan meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 di banyak negara sehingga memperkeruh proyeksi permintaan emas hitam itu.

Tim Riset Monex Investindo Futures mengatakan bahwa melonjaknya kasus Covid-19 di beberapa negara menggangu harapan untuk pemulihan terhadap permintaan bahan bakar.

Apalagi dengan adanya kemungkinan semakin banyak negara yang akan melakukan kebijakan lockdown kedua menyusul Inggris dan Israel yang telah lebih dulu menerapkan kembali kebijakan lockdown tersebut.

Hal itu membuat harga minyak mentah berada di jalur untuk penurunan bulanan pertama dalam beberapa bulan terakhir setelah turun pada pekan lalu.

“Harga minyak berpeluang untuk menduduki posisi sell selama harga bergerak di bawah level resisten di US$40,60 per barel karena berpotensi turun untuk menguji support di US$39,70 per barel,” tulis Monex Investindo Futures dalam publikasi risetnya, Senin (28/9/2020).

Namun, jika bergerak naik hingga menembus ke atas level US$40,60 per barel, harga minyak berpeluang untuk buy, karena berpotensi naik lebih lanjut membidik resisten selanjutnya di US$41,1 per barel.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (28/9/2020) hingga pukul 18.03 WIB harga minyak WTI untuk kontrak November 2020 di bursa Nymex berada di level US$40,49 per barel, menguat 0,6 persen.

Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak November 2020 di bursa ICE berada di level US$42,1 per barel, menguat 0,43 persen.

Sepanjang September berjalan, harga minyak berada di zona merah, terkoreksi 5,38 persen.

Di sisi lain, permintaan tertekan tercermin dari data Bloomberg yang menunjukkan terdapat beberapa kapal di Laut Utara yang mulai mencatatkan peningkatan persediaan minyak mentahnya karena sepinya permintaan dari konsumen di Asia.

Pada Agustus 2020, hanya sekitar 14 persen dari semua kargo yang dikirim dari Afrika Barat, Eropa Barat Laut, dan kawasan Mediterania dikirim ke China, konsumen utama minyak dunia.

Angka pengiriman ke China itu lebih rendah dari April 2020, dengan kontribusi sebesar 32 persen dari semua kargo yang dikirim dari Afrika Barat, Eropa Barat Laut, dan kawasan Mediterania.

Selain itu, berdasarkan data Ursa, persediaan minyak di China juga naik 72,7 persen dari kapasitas pada akhir pekan 24 September. Persediaan minyak pun sudah mencatatkan kenaikan dalam 15 dari 19 minggu terakhir dan terus meningkat sejak Mei.

Analis Komoditas UBS Group AG Giovanni Staunovo mengatakan bahwa agar harga minyak menguat, kapasitas cadangan OPEC dan sekutunya perlu turun lebih signifikan.

“Pasar minyak macet, tetapi selama tidak ada penguncian global kedua, minyak kemungkinan tidak bisa jatuh terlalu jauh di bawah US$40 per barel,” papar Staunovo.

Di sisi lain, produk turunan minyak mentah atau solar sebagai barometer aktivitas industri, juga dikelilingi awan hitam. Solar telah diperdagangkan dengan premi terendah dalam beberapa tahun terakhir di Eropa dan Asia.

Penyebab utama pelemahan itu adalah kilang-kilang yang tidak dapat menemukan pembeli untuk bahan bakar jet karena jatuhnya permintaan penerbangan sehingga membuat perusahaan penyuling mengalihkan produksi ke diesel.

Hal itu pun telah menambah pasokan ke pasar yang sudah jenuh dan mendorong para pedagang untuk menyimpan bahan bakar di laut.

Kepala Penelitian Komoditas Standard Chartered Paul Horsnell mengatakan bahwa permintaan solar turun dan sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi.

“Fundamental kuartal ketiga jauh lebih lemah daripada ekspektasi konsensus, kami tidak melihat ada sentimen yang memperbaiki fundamental yang akan memungkinkan kinerja buruk kembali terjadi di kuartal keempat,” ujar Paul seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (28/9/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper