Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan pemberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar seperti awal pandemi Covid-19 diprediksi akan menekan pergerakan indeks harga saham gabungan dan pergerakan sejumlah emiten.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk mencabut pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di Jakarta. Sebagai gantinya, akan diterapkan PSBB kembali mulai Senin (14/9/2020).
Direktur PT Anugrah Mega Investama Tbk. Hans Kwee mengatakan pemberlakukan kembali PSBB menjadi sentimen negatif. Kondisi itu mengonfirmasi pemulihan ekonomi akan sangat terhambat.
“Pasar saham akan terkoreksi turun," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (9/9/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks harga saham gabungan (IHSG) turun 94,69 poin atau 1,81 persen ke level 5.149,376 pada akhir perdagangan Rabu (9/9/2020). Sebanyak 83 saham menguat, 377 terkoreksi, dan 130 stagnan.
Kendati demikian, Hans memprediksi koreksi tidak akan sedalam PSBB pertama. Dampak penerapan kembali kebijakan itu akan terasa dalam 1—2 hari sesi perdagangan sambil investor melihat perkembangan lainnya.
Baca Juga
“Investor harus berhati-hati karena sentimen PSBB ini tidak bagus untuk pasar,” tuturnya.
Secara terpisah, Senior Vice President Research PT Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengatakan penerapan PSBB menjadi berita buruk untuk saham ritel seperti LPPF dan MAPI, saham terkait mal seperti PWON dan SMRA, serta saham perbankan.
Sebaliknya, saham telekomunikasi mendapatkan katalis positif. Kondisi itu seiring dengan kebijakan work from home yang lebih sering.
“[Katalis positif] untuk ritel modern seperti AMRT, health related stocks seperti KLBF dan KAEF, serta basic consumer seperti ICBP dan UNVR,” paparnya.
Analis Artha Sekuritas Dennies Christopher Jordan mengatakan saat ini investor lebih konservatif. Kondisi itu dipicu semakin tingginya kasus Covid-19. “Contoh sederhana yang bisa kita lihat di sekitar banyak kantor yang mulai kembali memberlakukan work from home," ujarnya.
Dampak dari kondisi itu, lanjut dia, kondisi terhadap perekonomian hingga akhir kuartal III/2020 belum bisa membaik. Dengan demikian, sangat mungkin terjadi resesi.